SUMATERAEKSPRES.ID - Desa Tanjung Batu, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir, dulunya merupakan wilayah yang cukup luas. Perkembangan penduduk yang pesat membuatnya berkembang jadi Kelurahan Tanjung Batu, Tanjung Batu Timur, dan Tanjung Batu Seberang Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir. Bagaimana sejarah Tanjung Batu?
KEBERADAAN makam Usang Sungging di Desa Tanjung Batu dipercayai masyarakat setempat sebagai leluhur yang dulunya mempunyai peran penting. Dia adalah salah satu tokoh terpandang di balik terbentuknya Desa Tanjung Batu.
BACA JUGA:Empat Tren Pariwisata Tarik Wisatawan, 128 Penulis Ramaikan The 14th ATF 2024
BACA JUGA:Air Lintang Indah: Objek Wisata Baru di Desa Muara Danau, Ini Daya Tariknya
Kades Tanjung Batu Seberang, Robbi, setelah dilantik menjadi Kades pada Desember 2022 lalu, dirinya berkeinginan untuk menjadikan Desa Tanjung Batu Seberang sebagai destinasi wisata baru di Kabupaten Ogan Ilir. "Kita sudah rencanakan makam Sang Sungging itu akan dirawat, tentunya kita butuh perhatian juga dari pemerintah daerah," ujarnya.
Sang Sungging sudah dianggap sebagai leluhur nenek moyang warga Kecamatan Tanjung Batu. Keberadaannya tidak pernah terlepas dari awal perkembangan masyarakat di Tanjung Batu.
"Harapan kita dengan menjaga sejarah budaya, salah satunya makam Usang Sungging ini jadi daya tarik kunjungan wisata ke Desa Tanjung Batu Seberang," ungkapnya.
Diceritakan dari banyak kisah dan sejarah yang diriwayatkan, Usang Sang Sungging lebih dikenal dengan sebutan Sang Sungging. Nama aslinya adalah Abdul Hamid.
Semula, Sang Sungging berasal dari keturunan kerajaan di Pulau Jawa. Ia terkenal dengan beberapa keahliannya seperti rancang bangun, melukis, mengukir/memahat bahkan menyiapkan rencana yang akan dilakukan oleh istana kerajaan.
Berkat keahliannya itu, Sang Sungging jadi seorang patih yang mengabdi di Kesultanan Palembang. Bahkan menjadi sosok yang cukup dekat dan dianggap seperti keluarga oleh kerajaan. Alkisah bermula pada suatu ketika Sultan Palembang meminta Usang Sungging untuk dibuatkan lukisan permaisurinya.
Merasa terhormat bisa diberikan kesempatan tersebut, Usang Sungging menerimanya perintah dengan senang hati. Tak ingin mengecewakan sang Sultan, Sang Sungging dengan semangatnya melukis siang dan malam.
Sesekali Sultan mendatangi Sang Sungging. Bahkan saat mendekati penyelesaian, Sultan sempat merasa puas setelah melihat hasil lukisan yang belum selesai tersebut. Sultan terlihat senang dan menunjukkan binar muka yang puas atas lukisan yang dikerjakannya.
Hingga malam akhir masa penyelesaian pun Sang Sungging masih tetap menyempurnakan hasil lukisan dengan hati-hati. Sambil menatap hasil pekerjaannya, Ia membayangkan wajah kegembiraan Sultan.
Lama berdiam sampai Sang Sungging tertidur sekejap. Tanpa disadarinya tinta yang digunakannya menetes ke lukisan yang sudah jadi tersebut. Keesokan harinya dengan perasaan bangga, Sang Sungging menghadap Sultan dan menyerahkan lukisan yang dibuatnya.
Alangkah terkejutnya Sang Sungging, bukannya pujian yang diterima tetapi malah caci maki. Melihat lukisan tersebut, Sultan murka dan marah tanpa bisa terbendungkan.