PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Ombudsman RI mengimbau kepada masyarakat agar hati-hati terhadap iming-iming investasi. Apalagi yang menawarkan imbal hasil atau bunga super tinggi yang melebihi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sejalan dengan adanya kasus penipuan sejumlah nasabah oleh oknum mantan pegawai Bank BTN yang viral belakangan ini di media sosial.
“Yang jelas tawaran dengan bunga investasi yang sangat tinggi itu 99,9 persen terindikasi penipuan. Jadi lebih baik datang saja ke lembaga-lembaga keuangan setempat secara resmi dan menanyakan langsung. Jangan tergoda ajakan-ajakan individu apalagi pertemuannya di luar kantor,” kata Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika.
Dari hasil konfirmasi dan penyelidikan awal, diketahui bahwa perbankan sudah memberikan pernyataan bertanggung jawab untuk mengganti. Dengan catatan jika secara hukum Bank BTN dinyatakan bersalah. Nah, para nasabah yang menjadi korban menagih tanggung jawab kepada manajemen bank. Sementara perbuatan tercela itu dilakukan oknum mantan pegawai bank yang sudah divonis pengadilan dengan hukuman penjara.
“Dalam kasus ini yang, saya melihat bahwa produk deposito (tabungan investasi) yang diklaim masyarakat itu tidak dikenal oleh BTN jadi bukan produk BTN. Apalagi dengan iming-iming bunga 10 persen per bulan. Padahal batas paling maksimum 4,5 sampai 5 persen per tahun,” jelas Yeka.
BACA JUGA:Dukung UMKM, Hutama Karya Luncurkan Galeri dan Vending Machine Produk UMK
Nah, pelapor yang mengadu ke Ombudsman terkait dana investasi yang raib di BTN itu ternyata melek literasi keuangan. Bahkan, sangat teredukasi dan mengerti sekali dengan bisnis di keuangan. Atas dasar beberapa temuan bahwa deposito yang bermasalah bukan produk BTN, maka Ombudsman hanya memastikan agar jangan terulang lagi. Baik di Bank BTN maupun perbankan lain.
Direktur Operational and Consumer Experience BTN Hakim Putratama menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Mengingat, bank spesialis perumahan itu kembali dilaporkan pelapor yang mengaku sebagai korban dari produk BTN.
“Saya belum bisa memberikan jawaban yang pasti karena masih dalam proses hukum. Kami inginkan ada penegakan hukum yang seadil-adilnya. Kami bertanggung jawab untuk apapun yang terkait dengan nasabah kami, namun dalam hal ini kami juga perlu keputusan hukum terkait tindakan apa yang harus kami ambil terkait kasus yang terjadi saat ini,” tegas Hakim.
Konsultan Hukum BTN Roni Hutajulu menilai, laporan kepolisian yang dibuat para korban investasi bodong yang mengaku sebagai nasabah BTN itu melanggar prinsip ne bis in idem. Yakni, tidak dua kali perkara yang sama bisa diperiksa. Sebab, kasus itu sudah pernah dilaporkan BTN ke Polda Metro Jaya pada Februari 2023.
Nah, atas laporan itu proses hukum sudah berjalan dan mendudukkan dua orang sebagai tersangka. Kemudian perkara juga naik ke pengadilan dan sudah mendapatkan putusan inkrah. Yakni menghukum 2 orang tadi yang notabene adalah suami istri. ”Keduanya mantan pegawai bank yang sudah dipecat BTN, menjatuhkan putusan yang menyatakan mereka bersalah dan telah dijebloskan ke dalam penjara,” beber Roni.
Modus yang dilakukan para tersangka, lanjut dia, uang para korban ditransfer ke dalam rekening investor masing-masing di BTN. Hanya saja, pembukaan rekening itu tidak dilakukan sebagaimana mestinya sesuai prosedur pembukaan rekening bank. Tapi yang terjadi, semua data nasabah terkumpul kepada satu orang.
“Lalu satu orang ini membuka rekening, setelah rekening diterbitkan buku rekening tidak diserahkan kepada investor tapi dimanfaatkan sendiri dia pegang ATM lalu semua dananya ditransfer ke rekening pribadinya sendiri. Itu modusnya,” jelas Roni Hutajulu. (fad)