Kepala Dinas Pertanian OKU, Husmin, secara umum harga kopi memang naik. Karenakan produksi kopi secara global menurun atau anjlok. Termasuk seperti di Vietnam yang menjadi salah satu sentra penghasil kopi. "Kalau produksi kopi ini turun. Permintaan meningkat," tambahnya.
Untuk di Kabupaten OKU sebutnya, petani membudidayakan kopi jenis robusta. Karena bisa ditanam di dataran rendah hingga dataran tinggi. Sedangkan untuk pengolahan kopi masih menggunakan sistim kering. Seperti kopi melalui penjemuran. "Kopi dari OKU banyak dijual ke luar seperti Lampung," ujarnya.
Meski petani diuntungkan dengan naiknya harga kopi, lain halnya dengan pelaku usaha kafe dan warung makan. Mereka terpaksa menaikan harga jual ke pelanggan karena naiknya harga kopi. "Kita juga menyesuaikan harga jual Pak," kata Ina, pelaku usaha di jalan lintas Baturaja.
Dari harga kopi hitam biasa standar menjadi Rp10 ribu per gelas, menjadi setidaknya Rp15 ribu. Belum lagi jika itu kopi yang sudah racikan. Menjadi Rp25 ribu hingga Rp30 ribu. “Tapi pelanggan berkurang. Bila per hari biasa 50 orang, menurun menjadi 40 orang,” keluhnya.
Tri, salah satu pelaku usaha kopi bubuk rumahan, mengaku berhenti sementara sejak 2 bulan lalu. "Pertama biji kopi sulit dicari, kedua harga biji kopi naik. Lalu untuk harga jual bubuk juga ikutan naik, sementara pembeli mulai komplain kenapa harga naik,” ucap warga Lahat ini.
Pelaku UMKM di Muara Enim, Shafwa menjual dengan brand Kawe Kiruh. "Sekarang kami jual Rp130 ribu sampai 140 ribu per kilo. Karena harga biji kopi saja sudah mahal," ujarnya.
Sebelumnya, harga per kilo dijual dengan harga Rp55 ribu, dimana kala itu harga mentahnya atau biji kopi Rp25 ribu per kilo. "Kami jual berbagai ukuran yakni 5 gram, 10 gram , 20 gram sampai 1 kilogram, semuanya ada pembelinya tergantung kebutuhan," terangnya.
Menurutnya, biji kopi jenis Robusta petik merah kala itu dikisaran harga Rp58-60 ribu, otomatis harga setelah diolah menjadi kopi bubuk juga ikut mahal. "Karena prosesnya dan kopi bubuk tinggal seduh dan siap minum," terangnya.
Dengan naiknya harga kopi tidak mengurangi minat pembeli ataupun menurunkan omset penjualan karena peminatnya yang selalu ada malahan lebih tinggi. "Cuma mencari mentahnya sulit terutama dalam jumlah yang banyak karena memang panennya belum banyak," bebernya.
Dirinya berharap agar harga kopi tetap bagus sehingga baik dari petani hingga ke UMKM kopi bisa mendapatkan kesejahteraan. "Karena dulu harga kopi tidak sebagus ini, mudah mudahan akan tetap bertahan karena Muara Enim ini adalah salah satu penghasil kopi terbaik," ucapnya.
Penjual biji kopi lainnya, Piko mengatakan harga pasaran kopi tembus Rp72-73 ribu per kilo di tingkat petani. "Harga akan semakin tinggi jika penjualan di kirimkan ke luar daerah seperti Lampung dan Surabaya," ucapnya.
Untuk jenis kopi yang dijualnya, kopi Robusta Empat Lawang, dan Pagaralam. "Kami jual sekaligus petani kopi jenis ini, karena untuk dua daerah ini dekatan. Antara Empat Lawang dan Pagaralam," Katanya.
Terjadi kenaikan harga kopi, menjadi keuntungan bagi petani, karena ini merupakan rekor harga tertinggi. "Tapi untuk tengkulak lagi kerepotan, soalnya besar modalnya untuk beli ke petani. Di sisi lain masalah di petani itu lagi wanti-wanti banyak yang maling di kebun langsung," tukasnya.
Pelaku usaha Cafe Kopi di Palembang, Teja mengungkapkan, jika usahanya vacum dulu sejak beberapa waktu ini. "Tutup dulu, karena barang - barang mahal semua," Katanya.
Selain faktor harga barang modal yang tinggi, semakin menjamurnya usaha serupa membuat persaingan tinggi. "Apalagi tipikal orang sekarang mana yang viral itu yang didatangi," keluhnya.
Dewan Kopi Provinsi Sumatera Selatan, dengan senang hati menyambut kenaikan harga biji kopi. Hal ini disebabkan oleh krisis suplai kopi yang sedang terjadi di seluruh dunia. Ketua Dewan Kopi Sumsel Zain Ismed, menjelaskan bahwa krisis ini terutama terjadi di negara-negara produsen kopi utama seperti Brazil, Colombia, dan Vietnam.