Penghasil Kopi Dunia Lagi Krisis, Harga Kopi Sumsel Melambung, Tapi Produksi Masih Minim

Sabtu 04 May 2024 - 21:50 WIB
Reporter : Tim
Editor : Widi Sumeks

Meskipun saat ini harga kopi sedang tinggi, petani masih harus mengantisipasi ketika harga kopi anjlok karena biaya perawatan tidak bisa dikurangi. "Malah terkadang ketika butuh pupuk, pemerintah sedang tidak mengeluarkan untuk subsidi, kadang harga pupuk mahal," bebernya. 

Dirinya berharap agar pemerintah memperhatikan para petani. Baik itu petani mandiri, maupun kelompok tani. "Terkait pupuk, kalau bisa dibuatkan semacam gudang di daerah atau koperasi sehingga setiap petani bisa membeli dan menjangkaunya," harapnya. 

Kades Pulau Panggung, Kecamatan Semende Darat Laut (SDL), Kabupaten Muara Enim, Maman Bagus Purba, mengatakan musim panen kopi biasanya Juli-Agustus. Akan banyak pengepul masuk ke desa, membeli partaian biji kopi yang dipanen petani. 

BACA JUGA:Promosikan Kopi Mendingin

BACA JUGA:Dari yang Klasik Hingga Kekinian, Yuk Coba 5 Varian Kopi Populer Ini, Ada Favoritmu?

“Setiap minggu ada 3 sampai 4 truk mengangkut masing-masing 9 ton biji kopi ke luar desa,” terang Maman. Disesalkannyaa, kopi petani dari Semendo dibawa ke Lampung, untuk diekspor. Yang dapat nama orang Lampung.

Ada pula menuju gudang-gudang atau pabrik kopi di Palembang, Lampung, dan Pulau Jawa untuk diolah menjadi kopi bubuk kemasan. “Saat ini harga biji kopi kering sedang mahal, karena produksi sedikit akibat cuaca ekstrim, sementara permintaan tinggi,” jelasnya. 

Kopi yang banyak ditanam petani, jenis robusta, Mnjual biji kopi kering, memang lebih praktis ketimbang berupa bubuk kopi atau kopi kemasan. Mengolah kopi butuh biaya produksi, waktu, dan peralatan mulai dari oven (pengering), pengupas biji, mesin sortasi, mesin sangrai (roaster), dan lainnya.

Sementara harga di Kabupaten Lahat, harga biji kopi Robusta saat ini berkisar Rp55 ribu hingga Rp70 ribu per kilo. Kenaikan harga biji kopi ini diprediksi masih akan terus naik. "Salah satu petani jual ke gudang dengan harga Rp65 ribu per kilo,” kata Kabid Pengolahan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Lahat, Martin Lusepa STP MM.

Musim puncak panen kopi  masih satu sampai dua bulan lagi, atau diprediksi puncak panen bulan Juni nanti.  "Untuk penyebab kopi naik, karena perubahan iklim di luar negeri. Terutama daerah penghasil kopi menyebabkan tanaman kopi rusak. Sementara untuk permintaan masih tinggi," sampainya 

Dia menuturkan, produksi kopi dunia masih berkurang. Sejak tahun 2021, terjadi fros atau hujan salju di Brazil. Produksi kopinya turun hingga 50 persen. “Padahal Brazil negara penyumbang kopi terbanyak di dunia. Faktor lain, musim kering di Vietnam yang juga negara penghasil kopi,” bebernya.

 Yoyok, salah satu pengepul biji kopi di Lahat, mengatakan kenaikan biji kopi sudah diprediksinya sejak awal. Lantaran hasil panen tahun lalu tidak terlalu banyak akibat faktor cuaca. Sehingga tren kenaikan kopil sudah dimulai sejak awal musim panen hingga saat ini.

"Sampai beberapa bulan kedepan tentu akan sulit mencari biji kopi. Harga bisa naik karena masih banyak yang butuh. Kemarin saya beli Rp70 ribu per kilo,” katanya.

Petani kopi di Lahat, Ulil, membenarkan harga biji kopi lagi tinggi. “Bahkan agen kopi atau pengepul, sampai mencari biji kopi ke rumah petani agar mau dijual. Karena memang kebutuhan akan kopi masih tinggi, sementara panen belum banyak,” akunya. 

Petani kopi di Kabupaten OKU, juga menyebut meski harga naik tapi produksi kopi tidak banyak. “Karena terdampak kemarau sebelumnya," ujar Martambang, petani kopi di Desa Mendingin, Kecamatan Ulu Ogan.

Ini disebabkan karena bunga tidak menjadi buah akibat runtuh, sebelum sempat dipetik. Harga biji kopi di daerahnya, kisaran Rp58 – 59 ribu per kilo. “ Naik dibanding sebelumnya yang masih sekitar Rp48 ribu per kilo,” katanya.

Kategori :