Kisah Kejujuran Gadis Penjual Susu

Kamis 18 Apr 2024 - 20:29 WIB
Reporter : Srimulat
Editor : Srimulat

SUMATERAEKSPRES.ID - Hari telah larut malam. Udara dingin menerpa Kota Medinah yang hening. Penduduknya telah terlelap setelah seharian beraktivitas. Namun di sudut kota Medinah, di dalam sebuah gubuk reyot, masih terdengar suara.

Gubuk itu miliki ibu penjual susu yang tinggal dengan anak gadisnya. Mereka tengah mempersiapkan susu yang akan di jual keesokan harinnya. “Ayo, Nak, kita siapkan susu-susu ini supaya besok subuh siap kita antarkan ke rumah-rumah penduduk,” ajak ibu penjual susu.

“Baik, Bu,” sahut anaknya sambil menuang susu ke dalam kemasan. “Eits, tunggu dulu, Nak. Mengapa engkau tuangkan langsung susu itu?’’ cegah ibunya.
’’Memangnya mengapa, Bu?’’ tanya anaknya heran.

’’Kita campur dulu susunya dengan air supaya jumlahnya lebih banyak. Keuntungannya kita tentu akan lebih besa,”jelas ibunya. “Dicampur? Bukankah Amirul Mukminim melarang kita berbuat curang seperti itu,” anaknya heran mendengar anjuran ibunya.

BACA JUGA:10 Manfaat Membacakan Cerita Dongeng Kepada Anak, Ceritain Yuk!

BACA JUGA:Dongeng Tak Hanya Mengedukasi, Tapi Bisa Menjadi Literasi

 “Tapi, semua penjual susu yang lainnya juga melakukan hal yang sama. Bagaimana kita bisa cepat kaya kalau kita selalu jujur?” Ibunya tetap dengan kehendaknya mencampur susu. “Astagfirullah hal adzim, itu perbuatan curang, Bu! Aminrul Mukminim melarang,” anaknya menghela napas.  

”Tapi Amirul Mukmini tidak tahu. Begitu pula pembeli kota. Mereka tak pernah tahu rasa susu yang asli karena penjual yang lain mencampurkannya dengan air.” ”Bu, walaupun Amirul Mukminin tidak tahu, Rabb Amirul Mukminin, Allah Ta’ala pasti tahu. Ia maha melihat dan maha mengetahui,” jawab anaknya tegas.

Sang ibu termangun mendengar ketegasan anaknya. Ia tersadar Allah pasti melihat pebuatan curangnya. Tidak ada yang lepas dari pengawasan Allah. Mereka pun tidak jadi mencampur susu itu dengan air.

Ibu dan anak itu kemudian melanjutkan pekerjaan mereka menuang susu ke dalam kemasan dengan cekatan. Mereka sama sekali tidak mengetahui ada orang yang menguping pembicaraan mereka dari luar.

Siapakah Dia? Dia adalah Amirul Mukminin, pemimpin umat Islam yang disegani. Ia adalah Umar Bin Khattab radiyyallahu anhu. Sedari tadi Umar berada di luar gubuk penjual susu dan mendenger semua pembicaraan ibu dan anak gadisnya itu.

BACA JUGA:Dul Kancil: Kolaborasi Teater Bangsawan dan Modern Menyelaraskan Dongeng

BACA JUGA:Tanamkan Kejujuran Sejak Dini

Umar bin Khattab, Khalifat pada masa itu,  memang sering keluar pada malam hari, menyamar sebagai rakyat biasa. Beliau menyusuri Kota Medinah, bahkan sampai ke luar kota. Umar ingin melihat kehidupan rakyatnya dari dekat. Apakah ada yang perlu bantuan ataukah ada yang berbuat maksiat.

Setelah mendengar pembicaraannya antara ibu dan anak gadisnya. Umar sangat tersentuh. Air matanya sampai bercucuran karena bahagia masih ada rakyat yang ketakwaannya sangat tinggi, padahal mereka miskin.

Bisa saja karena alasan ekonomi, mereka lantas berbuat curang. Namun, mereka lebih mengutamakan keridhaan Allah dari pada keuntungan duniawi. Umar pun pulang dengan lega.  ”Ia harus diberi hadiah,” gumamnya sambil tersenyum.

Selepas salat ubuh. Umar berkata kepada anaknya, Ashim, ’’Maukah kau kutunjukan seorang gadis yang saleha?” Ashim mengangguk. Ia percaya sepenuhnya pada pengamatan Umar bin Khattab.

”Pergi dan temui lah keluarga ini. Lamarlah anak gadisnya untuk menjadi istrimu. Insya Allah ia akan memberi berkah kepadamu dan anak keturunanmu,” ujar Umar kepada Ashim.
Ia pun berdoa, ‘’Mudah-mudahan pula ia dapat  memberikan keturunan yang akan menjadi pemimpin bangsa.” Sesuai janjinya,Umar bin Khattab mengajak putranya Ashim  menemui  gadis itu.

Ibu dan anak yang tinggal di gubuk reyot sangat terkejut mendatapi kedatangan orang yang mulia. Badan mereka bergetar saking takutnya. “Apa salah kami, ya Tuan Khalifah ? ” tanya ibu penjual susu. Umar hanya tersenyum melihat mereka.

” Ibu yang baik, Ibu tidak melakukan kesalahan apa pu. Kami datang kemari untuk menemui anak gadis ibu,” kata Umar tenang. Si anak gadis semakin terkejut. Apakah ulahnya tadi malam ketahuan? Dalam hati, tak henti-hentinya ”Kami datang melamar anak gadis ibu untuk putra saya, Ashim,” kata Umar.

Ibu dan anak gadisnya terpana. Mereka tidak menyangka mendapat anugerah sebesar itu. Tak disangka-sangka, gadis penjual susu yang jujur itu menjadi menantu khalifah. Tak lama kemudian, dilangsungkan pernikahan Ashim bin Umar bin Khattab dengan gadis penjual susu yang jujur.

Mereka hidup bahagia dan melahirkan anak saleh. Benar dugaan Umar, anak gadis itu adalah perempuan yang sangat saleha. Ia mampu mendidik anak-anaknya, Keturunan Umar bin Khattab menjadi generasi unggulan seperti kakeknya. (*/)

 

Kategori :