Lestarikan Sanjo, Midang Hingga Sedekah Ramo

Selasa 09 Apr 2024 - 16:00 WIB
Reporter : Tim
Editor : Dede Sumeks

SUMSEL, SUMATERAEKSPRES.ID – Berbagai tradisi Lebaran masih terus dilestarikan masyarakat di provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Di Palembang ada rumpak-rumpakan atau sanjo. Di kabupaten OKI ada Midang Bebuke dan stempel (naik speedboat).  Sementara di Muratara ada Sedekah Ramo, lalu tradisi Pantauan di Lahat.

---------------------

Palembang punya tradisi unik saat lebaran. Namanya  rumpak-rumpak atau sanjo.  Ini merupakan sebuah warisan turun temurun yang masih terjaga hingga kini.

BACA JUGA:Tradisi Sanjo atau Rumpakan Ala Wong Palembang, Ritus Budaya yang Mulai Ditinggalkan

BACA JUGA:Midang Bebuke 2023, Upaya Bupati OKI Jaga Adat Budaya Tetap Lestari

Tradisi ini menjadi bagian hidup bagi warga asli Palembang, terutama yang tinggal di lingkungan kampung seperti Kawasan Tanggo Buntung, Kertapati, SU 1, SU 2, Plaju, dan tempat-tempat lainnya. Dahulu, istilah yang digunakan adalah guguk, mengacu pada tempat tinggal kasta masyarakat Palembang.

Ritual Rumpak-rumpak dilakukan setelah Salat Idul Fitri dan berlangsung selama 2-3 hari dari pagi hingga siang. Ini adalah ekspresi rasa syukur dan kebahagiaan masyarakat Palembang di kawasan Ulu dan Ilir, seperti yang dijelaskan oleh Mgs Arpan, warga Seberang Ulu 1.

Tradisi Sanjo ini mengharuskan semua rumah terbuka (open house) untuk disanjoi, di mana warga dari berbagai wilayah saling mengunjungi. Meskipun kadang mengakibatkan kemacetan di jalan, namun rasa sabar dan sukacita selalu terpancar. Sanjo bukan hanya menjalin silaturahmi dan maaf-memaafkan, tetapi juga menjadi ajang berkumpul dan berbagi kebahagiaan.

“Sanjo ini kearifan lokal yang selayaknya dipertahankan dan dilestarikan. Saling Sanjo tidak hanya menyambung tali silaturahmi dan saling maaf memaafkan, dengan adanya tradisi ini membuat masyarakat senang bisa silaturrahim sesama keluarga di hari lebaran,” katanya. 

  Makanan khas Palembang seperti kue kering, kue basah, pempek, dan tekwan menjadi hidangan yang disajikan dengan semangat dalam tradisi Sanjo. Ibu-ibu dan gadis-gadis senang berbagi resep dan mencicipi hidangan lezat tersebut.

  Tradisi Sanjo biasanya dimulai dengan kunjungan kaum pria dari rumah ke rumah sejak hari pertama Idul Fitri. Ini menjadi momen istimewa karena terjadi dua kali dalam setahun, di Idul Fitri dan Idul Adha. Meskipun demikian, adat ini mulai tergerus dengan berkurangnya minat generasi muda yang sibuk dengan pekerjaan dan aktivitas modern.

  Kgs Sofuan, warga 1 Ulu, menyatakan bahwa Sanjo adalah kebutuhan masyarakat Palembang yang harus dilestarikan. Meskipun ada perubahan dalam pola hidup, harapan tetap agar tradisi ini tetap dijaga agar tidak hilang ditelan zaman.

  “Dengan adanya Sanjo sanjoan merupakan adat isitiadat yang tidak pernah lekang oleh zaman. Hanya saja memang tradisi ini sedikit berkurang lantaran banyak tokoh agama, tokoh masyarakat yang sudah meninggal. Sedangkan generasi saat ini sedikit berubah karena zaman yang juga ikut berubah,” ujarnya. 

Sedangkan di OKI ada  Midang Bebuke dan Lomba Cang Incang. Pj Sekda OKI, Refly, mengumumkan bahwa persiapan untuk pelaksanaan Midang Bebuke telah dilakukan. Acara ini dijadwalkan berlangsung pada 12-13 April 2024 dan akan dibuka oleh Pj Bupati OKI. "Ini merupakan tahun kedua pelaksanaan Midang Bebuke," ungkap Refly.

  Midang Bebuke akan melibatkan sembilan kelurahan, antara lain Kelurahan Paku, Kelurahan Sukadana, Kelurahan Sidakersa, Kelurahan Mangun Jaya, Perigi, Kayuagung Asli, Jua-jua, Kedaton, dan Cinta Raja. Kelurahan Tanjung Rancing juga turut serta dalam acara ini.

Kategori :