Fleksibel, Masa Transisi 2 Tahun, Kurikulum Merdeka Resmi Jadi Kurikulum Nasional

Jumat 29 Mar 2024 - 21:46 WIB
Reporter : Martha
Editor : Edi Sumeks

“Jadi tidak perlu panik, tidak perlu takut, tidak perlu stres. Banyak waktu untuk melakukan transisi ini,” tegasnya. Kurikulum ini telah didesain dan dievaluasi dengan berkolaborasi bersama puluhan organisasi dalam dan luar negeri. 

Untuk mendukung implementasi kurikulum baru ini, Kemendikbudristek telah melakukan sejumlah hal. Misalnya, mengirim 15 juta eksemplar buku ke sekolah-sekolah untuk mendukung proses literasi. Lalu, membuat aplikasi awan penggerak untuk mengatasi kesenjangan internet di daerah. Juga membuat platform merdeka mengajar untuk membantu para guru berkembang, hingga adanya wadah guru penggerak.

Setelah diterapkannya Kurikulum Merdeka ini, dinamika di ruang kelas berubah. “Kelas jadi ramai, kelas menjadi partisipatif, anak-anak jadi semangat pergi ke sekolah. Mereka harus mengejar proyek mereka dan tidak mau mengecewakan guru serta teman-temannya dalam proses pembelajaran ini,” ungkapnya.

BACA JUGA:Inovasi Pendidikan: Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di Daerah OKU Timur

BACA JUGA:Dosen PPKn FKIP Unsri Berikan Pendampingan Penerapan PjBL di SMPN 51 Palembang dalam Rangka Kurikulum Merdeka

Nah, bagi sekolah yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka saat ini, pendaftaran telah dibuka. Ada tiga fase yang dapat diikuti, yakni Maret-April ini ada fase pendaftaran. Lalu, Mei, Juni, dan Juli ada masa fase memahami. Setelahnya, fase implementasi. ”Ada fase menengah di mana kami membantu sekolah untuk siap-siap. Prosesnya bisa makan waktu tiga bulan,” jelas dia.

Terkait akan segera bergantinya kepemimpinan, Kepala Badan Standar Kurikulum Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo meyakini, Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional akan tetap berjalan. Diakuinya, isu ini kerap jadi pertanyaan banyak pihak. Lantaran, banyak yang menilai ada semacam kebiasaan di mana ganti menteri maka ganti kurikulum.

Menurutnya, hal ini tak sepenuhnya benar. Sebab, jika dilihat implementasi K-13 ini sejatinya sudah berjalan sejak M. Nuh menjabat jadi menteri. Buktinya, baru 10 tahun kemudian ada pergantian. Meski ada penyempurnaan di era kepemimpinan Anies Baswedan dan Muhadjir Effendy.

Selain itu, kebermanfaatan dari Kurikulum Merdeka ini telah dirasakan banyak pihak. Bahkan sudah menjadi sebuah gerakan. Sehingga, dia meyakini nantinya kurikulum ini akan tetap berjalan meski ganti pimpinan. 

Menyusul pemberlakuan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional, guru diminta mempelajari implementasinya melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM). Juga ikut pelatihan mandiri melalui komunitas belajar satuan pendidikan dan komunitas belajar antar/lintas sekolah, maupun sesama guru.

Wakil Sekjen Pengurus Besar PGRI, Wijaya MPd mengatakan, pemanfaatan platform pembelajaran berbasis digital perlu ditinjau kembali agar berkeadilan untuk tiap guru dalam mempelajari dan menerapkan Kurikulum Merdeka. Harus ada intervensi dari sisi kuota, terlebih untuk guru honorer.

BACA JUGA:KABAR GEMBIRA Buat Para Guru: Pemerintah Buka Pelatihan Multimedia, PTK, dan Kurikulum Merdeka dari Rumah, Pen

BACA JUGA:Kebebasan dalam Kurikulum Merdeka, Royal Islamic School Menyambut Tahun Ajaran Baru dengan Gebrakan

Guru Penggerak berperan penting dalam menjalankan Kurikulum Merdeka karena mendapat informasi terbaru, intervensi anggaran dan beradaptasi dengan kurikulum tersebut. Tapi jumlahnya belum berkeadilan sehingga guru belum punya informasi yang sama. “Karena guru di luar Guru Penggerak itu belajar mandiri, dengan kuota sendiri, apakah 100 persen dipahami sama dengan yang disampaikan Kemendikbudristek?" imbuh Wijaya.

Pemerintah perlu intervensi agar implementasi kurikulum baru ini berkeadilan. “Ada PMM, tapi guru honorer tidak diberikan kuota internet. Begitu juga guru di luar Guru Penggerak, yang jumlahnya lebih banyak lagi,"  bebernya. Wijaya mengatakan, rendahnya kesejahteraan guru, khususnya guru honorer juga akan berdampak pada pembelajaran. (*)
 

 

Kategori :