SUMATERAEKPRES.ID-Kementerian Kesehatan mencatat terjadi peningkatan deteksi kasus tuberkulosis (TBC) di Indonesia semenjak pandemi COVID-19.
Peningkatan penemuan kasus TBC tersebut mencapai 820.789 kasus pada tahun 2023, lebih tinggi dibandingkan tahun 2022 dengan temuan 724.329 kasus.
Sedangkan angka kematian tahun 2023 sebanyak 134 ribu per tahun dari estimasi 1.060.000 kasus.
"Tuberkulosis itu penyakit menular, jadi nggak bisa ujug-ujug eliminasi, harus ditemukan, diobati untuk putus rantai penularan, upayakan harus sembuh agar kualitas hidup pasien lebih baik, agar pasien paru-parunya sembuh sempurna, memperkecil kejadian kekambuhan," kata Ketua Tim Kerja TBC Kementerian Kesehatan Tiffany Tiara dalam konferensi pers Hari Tuberkulosis.
Capaian tersebut didapati dari deteksi secara nasional yang mencapai 77 persen dari jumlah estimasi kasus.
Saat ini sudah ada 11 provinsi yang melampaui target capaian deteksi TBC yakni mencapai 90 persen.
BACA JUGA:Ini Kata Pakar Cara Bedakan Batuk Pneumonia, Asma dan Tuberkulosis (TBC)
BACA JUGA:WHO Terbitkan Informasi Cepat Obat Pencegah TBC
Tiara juga mengatakan capaian TBC sensitif obat atau SO yang diobati telah mencapai 86 persen, sementara pengobatan TBC Resisten obat atau RO mencapai 73 persen dengan keberhasilan pengobatan di angka 55 persen.
Tiara mengatakan, pengobatan TBC memiliki beberapa tantangan yang juga datang dari pasien itu sendiri yang kerap menyangkal ketika didiagnosis mengidap TBC dan tidak langsung minum obat.
Di samping itu juga masih berkembangnya stigma di masyarakat tentang TBC, sulitnya akses pengobatan dan rendahnya kedisiplinan menyelesaikan pengobatan sampai lengkap.
Karenanya, Kemenkes mempercepat penggunaan obat BPaL dan BPaLM untuk terapi pengobatan TBC RO.
Saat ini obat tersebut telah di distribusikan ke 666 pasien di seluruh Indonesia yang tersebar di 27 provinsi.
BACA JUGA:Simak 4 Jenis Tes dalam Pemeriksaan Penyakit TBC
BACA JUGA:Bak Disambar Petir Siang Bolong Ketika Didiagsonis Positif TBC? Jangan Panik, Disiplin Lakukan Tahapan Ini..
"Kita bersyukur sudah bisa menyingkirkan obat suntik ,dan sekarang sudah obat telan semua, lebih maju lagi sekarang sudah ada BPaL/BPaLM," ujarnya.
Indonesia sendiri memiliki target eliminasi kasus TBC di 2030 dengan harapan lebih dari 90 persen temuan kasus dan keberhasilan pengobatannya.
Program TOSS TBC atau Temukan, Obati, Sampai Sembuh juga terus digaungkan, dan diharapkan kerja sama berbagai sektor untuk mewujudkan peningkatan eliminasi kasus TBC.
"Sesuai peraturan presiden tentang penanggulangan TBC, salah satu strategi adanya peningkatan peran serta komunitas, mitra dan multisektor lainnya dalam eliminasi TBC," ucap Tiara.
Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc), atau Tb (singkatan dari "Tubercle bacillus") atau kematus merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan.
BACA JUGA:Waspadai 6 Tanda Penyakit TBC Anak, Yuk Cek Dari Sekarang
BACA JUGA:Inovasi Aster Puskesmas OPI Deteksi Dini TBC
Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis (disingkat "MTb" atau "MTbc").
Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, tetapi juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara.
Infeksi TB sebagian besar bersifat tanpa gejala dan laten (sering disebut TB laten).
Namun, satu dari sepuluh kasus infeksi laten berkembang menjadi penyakit aktif (TB aktif).
Bila tuberkulosis tidak diobati, maka lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa meninggal.
Sebelum ditemukannya antibiotik yang ampuh untuk menangani TB (sekitar tahun 1900 awal) diperkirakan 1 dari 7 orang di dunia meninggal karena penyakit ini.(lia)