Hengki yang disebut sebagai otaknya, berinisiatif menunjuk ‘korting’. Modusnya terhadap para tahanan, di antaranya memberikan fasilitas eksklusif berupa percepatan masa isolasi, layanan menggunakan handphone dan powerbank, hingga informasi sidak.
Besaran uang untuk mendapatkan layanan-layanan tersebut bervariasi, dipatok mulai dari Rp300 ribu sampai dengan Rp20 juta. Dalam melancarkan aksinya, para tersangka menggunakan beberapa istilah atau password.
Di antaranya banjir sebagai info sidak, kandang burung dan pakan jagung untuk transaksi uang, dan botol sebagai telepon seluler dan uang tunai.
“Uang kemudian disetorkan secara tunai maupun melalui rekening bank penampung dan dikendalikan oleh ’lurah’ dan ’korting’,” imbuhnya.
Bagi yang tidak setor atau terlambat, akan mendapat perlakuan tidak mengenakkan.
Mulai kamar tahanan dikunci dari luar, pelarangan dan pengurangan jatah olahraga, dan mendapat tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak.
”Ini berlanjut sampai AF (Achmad Fauzi), menjabat sebagai Kepala Rutan Cabang KPK definitif tahun 2022,” ulasnya. Untuk pembagian uang bagi para tersangka, bervariasi sesuai dengan posisi dan tugasnya. Intinya per bulan mulai dari Rp500 ribu hingga Rp10 juta.
“AF dan RT masing-masing dapat sekitar Rp10 juta. HK, EAP, DR, SH, ARH, AN sekitar Rp3-10 juta,” bebernya. Sehingga dalam rentang waktu 2019-2023, total uang yang didapat dari para tersangka pungli ini mencapai Rp6,3 miliar.
“Masih akan dilakukan penelusuran serta pendalaman kembali, untuk aliran uang maupun penggunaannya,” pungkasnya. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (*/air)