Bunga KPR Nonsubsidi Perlu Diturunkan, Bisa Kurangi Backlog Perumahan

Sabtu 09 Mar 2024 - 19:50 WIB
Reporter : Rendi
Editor : Mario

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - DPP Real Estate Indonesia (REI) mendukung usulan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, agar bunga KPR nonsubusidi diturunkan.

Menurut Wakil Ketua Umum DPP REI, Ikang Fawzi, penurunan bunga KPR nonsubsidi dapat mengurangi kesenjangan antara jumlah rumah yang terbangun dan jumlah rumah yang dibutuhkan masyarakat (backlog perumahan).

“Aku pikir sih yang paling signifikan pendapatnya dari Pak Menteri itu, Pak Basuki (bunga terlalu tinggi masalahnnya),” katanya, kemarin.

BACA JUGA:Mantan Kadis PUPR Divonis Ringan

BACA JUGA:Sukses Amankan Proyek Strategis di PUPR, Kejari Palembang Diganjar Penghargaan

Ikang melihat permasalahan perumahan paling utama di Indonesia ini adalah bunga KPR yang terlalu mahal. Kedua, pola pembiayaan dimana yang harus dilunasi oleh debitur adalah bunga KPR-nya terlebih dahulu, baru pinjaman pokoknya.

“Ini tentunya kaitannya harus ada policy dari pemerintah, terkait BI dan sebagainya. Tapi, kalau itu (bunga KPR nonsubsidi) bisa diturunkan 2-3 persen, wah dahsyat itu,” tegasnya.

Tingginya bunga KPR nonsubsidi ini, lanjut Ikang, tidak hanya membebani masyarakat kelas menengah. Menurutnya, kelompok yang paling rentan tidak bisa memiliki rumah adalah milenial.

“Milenial kalau misalnya disamakan dengan bunga komersil lainnya, ya mereka nggak mampu sebenarnya. Sama FLPP mungkin mereka di atas itu, tapi kemampuan belum set-up. Nah, ini harus dipikirkan buat mereka itu bunga khususnya,” jelas Ikang.

BACA JUGA:Intervensi Proyek Dinas PUPR dan Pengadaan Barang Dinkes, KPK Tahan Bupati Labuhanbatu, DPRD, dan 2 Kontraktor

BACA JUGA:Entaskan Kemiskinan Ekstrem, Dirjen Perumahan Kementerian PUPR Sambangi Prabumulih

Dari sisi perbankan, Ikang berpendapat, semestinya lembaga keuangan tidak perlu terlalu khawatir untuk menurunkan bunga KPR karena jaminan asetnya sudah mereka pegang.

Apalagi, rumah masih menjadi kebutuhan utama. Kalaupun ada permasalahan, kata Ikang, relatif lebih gampang menjualnya lagi.

“Yang paling penting adalah yang Pak Menteri omongkan itu saya sepakat. Saya juga sering ngomong itu, tapi mungkin kalau kita yang ngomong efeknya ya enggak terlalu besar.

Kalau Pak Menteri yang ngomong, ya mudah-mudahan bisa jadi evaluasi (buat perbankan),” tutur Ikang. (fad)

Kategori :