Lagi pula, kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Muhammad Tanziel Aziezi, independensi peradilan pada dasarnya bukanlah kemewahan seorang hakim, melainkan kewajiban agar peradilan yang berjalan bisa adil dan imparsial (tidak memihak).
Lantas apa saja tanda-tanda suatu vonis hakim bermuatan kepentingan segelintir orang atau kelompok tertentu?
Prof. Faisal lantas menyebutkan putusan hakim itu bertentangan dengan rasa keadilan yang ada, bahkan merugikan masyarakat pencari keadilan.
Biasanya terlihat dengan tidak memperhatikan fakta-fakta persidangan dan sering kali mengabaikannya. Bahkan, selalu hakim berpikir dengan keyakinan yang tidak berdasarkan fakta persidangan.
Menurut Direktur Pascasarjana Universitas Borobudur Jakarta ini, sederhana saja putusan hakim dalam suatu perkara adalah berpihak pada kebenaran berdasarkan fakta dan bukti-bukti yang ada dalam suatu persidangan, kemudian memberikan rasa keadilan bagi masyarakat pencari keadilan. Jadi, bukan berdasarkan adanya imbalan suatu materi atau intervensi dari penguasa.
Upaya untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan, Prof. Faisal memandang perlu adanya pengawasan melekat yang ketat kepada para hakim dan lembaga peradilan.
Hal lain yang penting adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan studi lanjut sampai jenjang tertinggi atau doktor, sehingga mengetahui dan memahami perkara yang mereka hadapi, kemudian memutuskan perkara tersebut.
Selain itu, harus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan yang baik, sehingga para hakim sudah nyaman untuk tidak menerima apa pun dari pihak yang berperkara.
Dengan pendapatan dan kesejahteraan yang baik, mereka pun hanya concern pada perkara untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, bukan untuk mencederai keadilan bagi masyarakat.
Di sisi lain, Komisi Yudisial (KY) RI berupaya meminimalkan dugaan pelanggaran oleh hakim dengan mengadakan pelatihan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan pelatihan tematik guna meningkatkan kualitas hakim.
Terkait dengan pelatihan berkenaan dengan tema (tematik), misalnya mengenai pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada). Pelatihan tematik ini bergantung pada kebutuhan Mahkamah Agung.
Tidak hanya menyosialisasi KEPPH, tetapi juga berkenaan dengan materi pelatihan tematik lain, antara lain, tentang lingkungan hidup, pajak, tindak pidana anak, hukum syariah, hukum pajak, PHI, dan sebagainya.
Pelatihan tematik yang dibutuhkan oleh Mahkamah Agung, dari hasil komunikasi MA dan KY, sepanjang bisa dipenuhi oleh KY, permintaan tersebut akan dibantu.
Selama ini, kata anggota KY selaku Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Joko Sasmito, pelatihan yang secara rutin, antara lain, pelatihan pemilu dan pilkada, serta pencegahan terhadap pelanggaran KEPPH bagi hakim. KY juga melakukan pemantauan terhadap sidang-sidang di pengadilan. Bahkan, pada tahun 2023 yang mengajukan permohonan tercatat 820 laporan agar KY memantau persidangan.
Materi lain yang menurut Joko tak kalah penting adalah penanganan terhadap hakim yang terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Diungkapkan pula data penanganan laporan masyarakat pada tahun 2023 ada 42 hakim yang dinyatakan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Dari 42 hakim itu, 15 orang dikenai sanksi ringan, 10 orang disanksi sedang, dan 17 orang disanksi berat.