“Modusnya sama, EM dan AN menyasar orang tua yang dinilai kurang mampu,” katanya, didampingi Kasat Reskrim AKBP Andri Kurniawan, dan Kapolsek Tambora Kompol Donny Agung Harvida.
Biasanya, EM dan AN menjanjikan memberikan biaya Rp5 juta untuk satu orang bayi yang dibelinya. Bahasanya, untuk membantu biaya persalinan dan sekaligus adopsi.
BACA JUGA:Ini 3 Alasan Calon Mama Sebaiknya Pilih Metode Persalinan ERACS
BACA JUGA:Baby Blues, Perubahan Emosi Ibu Pascapersalinan
Polisi pun menyimpulkan perkara ini, sebagai tindak pidana perdagangan orangan (TPPO). Bukan soal kehilangan bayi saja.
"Tiga orang ini kami tetapkan sebagai tersangka, dijerat Pasal 76 F juncto Pasal 83 UU Perlindungan Anak, atau Pasal 2 dan 5 UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara," tegas Syahduddi.
Dari perkara TPPO ini, polisi total mengamankan 5 orang bayi berusia antara 9 hari hingga 3 tahun. “Sudah kami serahkan kepada Panti Sosial Asuhan Anak Balita Tunas Bangsa Cipayung," jelasnya.
Kapolsek Tambora Kompol Donny Agung, menambahkan , pelaku EM dan AN sudah ditangkap sebelum Pemilu 2024, 14 Februari 2024 lalu.
"Sampai saat ini belum ada arah untuk memperdagangkan bayi-bayi itu ke luar (luar negeri). Kami masih melakukan penyidikan untuk mendalami kasus ini," katanya.
Asisten Deputi (Asdep) Perlindungan Khusus Anak dan Kekerasan Kementerian PPPA, Ciput Eka Purwanti, menyebut para ibu yang menjual anak atau bayinya umumnya berasal dari kelompok rentan secara ekonomi.
"Ya, tentu kalau melihat profil dari para ibu anak-anak ini dan modus yang tadi disampaikan, memang ini adalah kelompok-kelompok perempuan rentan (secara ekonomi)," kata Ciput, yang hadir di Polrestro Jakarta Barat, kemarin.
Ciput menggarisbawahi bahwa profil ibu-ibu yang hamil seperti saudari T, posisinya sangat lemah sehingga dia tidak ada pilihan lain kecuali menjual bayinya.
Oleh karena itu, proses identifikasi yang komprehensif terhadap para ibu yang menjual anak atau bayinya ini sangat penting.
"Hasil profiling dari para ibu dari anak-anak yang dijual ini akan jadi informasi yang sangat bermanfaat bagi pemerintah," katanya.
Sehingga dia mengusulkan beberapa saran untuk mencegah ibu-ibu atau orang tua pada umumnya melakukan perdagangan bayi.
"Pelaku ini kan mampu 'profiling' calon korban yang akan dia bujuk untuk dibeli anaknya, itu lewat media sosial. Jadi, sebetulnya kuncinya yang pertama itu literasi digital. Tidak semua perempuan muda rupanya melek digital juga. Jadi, mereka mempergunakan media sosial tidak dengan bijak," kata Ciput.
Dia juga meminta masyarakat untuk peka terhadap indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di lingkungan sekitar. (*/air)