Salim sangat memperhatikan elemen feng shui saat membangun rumah.
Dia tidak ingin posisi rumahnya tidak sesuai dengan feng shui.
Dia diketahui membeli rumah di Jl. Gunung Sahari VI, Jakarta saat pertama kali tiba di Jakarta pada tahun 1950-an.
Rumah itu berada di gang kecil dengan lantai satu.
BACA JUGA:Tak Harus Gunakan Racun Kimia, Cara Ini Bisa untuk Mengendalikan Penyakit Tanaman Akibat Jamur
BACA JUGA:Baru Diluncurkan, BYD Sudah Dipesan Ribuan Unit, Ancam Pabrikan Jepang?
Namun, Salim merasa rumah itu membawa hoki di balik kesederhanaannya, dan dia tidak mau merenovasinya.
Bahkan setelah menjadi orang terkaya di Indonesia, Salim tetap tidak ingin mengubah rumahnya.
Borsuk dan Chng menyatakan bahwa ini dilakukan untuk menghindari mengganggu elemen keberuntungan feng shui.
Kasus yang sama juga terjadi pada tahun 1968.
Saat itu, Salim, Sudwikatmono, Djuhar Sutanto, dan Ibrahim Risjad berniat mendirikan perusahaan.
Salim memilih kantor yang sederhana di Jl. Asemka No. 20, Jakarta, daripada kantor yang besar dan nyaman.
Kantor mereka tidak dilengkapi dengan AC. Ruangannya berukuran 8x6 meter dan terletak di lantai paling atas bangunan yang tidak terlihat di pusat pecinan Jakarta.
Hanya ada satu meja dan dua kursi di ruangannya.
Richard Borsuk dan Nancy Chng menulis, "Bahkan hanya ada satu saluran telepon dan itu digunakan bersama kantor lain."
Tentu saja, pertimbangan feng shui memengaruhi pemilihan tempat tersebut.