JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus menggencarkan kampanye untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen dalam Pemilihan Umum 2024.
Meski telah ada kebijakan kuota sejak tahun 2009, keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) masih di bawah target yang diharapkan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), periode 2019-2024 menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan di DPR RI hanya mencapai 20,5 persen, di bawah target minimum 30 persen yang telah ditetapkan.
Dalam upayanya meningkatkan angka tersebut, Kemen PPPA mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung kampanye pemilihan perempuan.
BACA JUGA:Mau Tahu Kegiatan yang Bikin Anak Lebih Cerdas, Cek Disini Jawabannya
Dalam acara media talk pada Senin (22/01/2023), Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Politik dan Hukum Kemen PPPA, Iip Ilham Firman, menyampaikan urgensi kampanye digital untuk mendukung keterwakilan perempuan di parlemen.
Untuk menyuarakan pesan ini, Kemen PPPA akan menyelenggarakan Seminar Nasional "Perempuan Indonesia untuk Parlemen" pada 23 Januari 2024 dengan slogan "Dukung Keterwakilan Perempuan di Parlemen".
Iip mengungkapkan, "Kampanye ini bersifat imbauan untuk mendukung keterwakilan perempuan di parlemen, dengan harapan pesan ini dapat tersampaikan dengan baik di detik-detik terakhir masa kampanye pemilu."
Selain itu, pentingnya fasilitasi ruang partisipasi dan representasi politik perempuan juga diutarakan. Keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga negara strategis seperti parlemen akan memengaruhi kebijakan-kebijakan yang dihasilkan.
BACA JUGA:Jelang Pemilu, DPRD Sumsel Lantik 2 Anggota Baru, Siapa Saja?
BACA JUGA:KABAR BAIK! Luhut Ungkap Pajak Hiburan Ditunda. Sebut Rencana Naik Usul DPR RI
Oleh karena itu, peningkatan keterwakilan perempuan, baik secara kuantitas maupun kualitas, menjadi kunci untuk mewujudkan representasi yang responsif terhadap kebutuhan perempuan.
Dalam konteks ini, Kemen PPPA berkomitmen untuk terus membina praktik perempuan desa dan perempuan yang sudah eksis, seperti kepala desa perempuan.
Mereka akan dilibatkan dalam pelatihan kepemimpinan perempuan perdesaaan, dengan harapan dapat menjadi kader-kader yang siap berkontribusi dalam politik masa depan.
Menanggapi berbagai tantangan yang masih dihadapi perempuan dalam dunia politik, Iip menyoroti biaya politik yang tinggi di Indonesia sebagai salah satu hambatan utama.
Kesulitan dalam mendapatkan dana kampanye menjadi tantangan tidak hanya bagi perempuan tetapi juga bagi laki-laki.
Selain itu, stigma di tingkat akar rumput yang masih menganggap keterlibatan perempuan dalam politik sebagai hal yang tabu juga perlu diatasi.
Titi Anggraini dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menegaskan bahwa kebijakan affirmative action telah memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan keterwakilan perempuan.
Namun, ia menekankan perlunya kebijakan baru yang tidak hanya menetapkan kuota pada tahap pencalonan, tetapi juga pada tahap keterpilihan perempuan di parlemen.
"Saat ini, kita tengah mengalami musim gugur dalam keterwakilan perempuan politik di Indonesia," ujar Titi.
Ia menyayangkan pelanggaran administrasi yang terjadi pada Pemilu 2024 terkait target keterwakilan caleg perempuan sebesar 30 persen.
Meskipun pemilih perempuan terbukti memiliki loyalitas yang tinggi, keterpilihan perempuan dalam parlemen dan kebijakan dari lembaga terkait belum sesuai harapan.
Secara keseluruhan, perjuangan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai hambatan.