Apalagi menyimpan emas sudah jadi tradisi mengakar bagi masyarakat Sungsang. “Sebenarnya untuk kita pakai juga, misalnya pas sedekahan itu pasti kaum perempuannya menggunakan cincin, kalung, gelang emas. Ada yang bawa 20 suku sampai 70 suku, tapi di Sungsang sudah biasa dan aman,” tandas Anita.
Mantan Kepala Desa Sungsang I periode 2015-2022, H Fahrurozi mengakui beberapa warga Sungsang suka gadaikan emas. “Karena begini, masyarakat kita dari Desa Sungsang I-IV dan Marga Sungsang itu memang gemar mengoleksi perhiasaan, sejak dulu. Menyimpan emas sama dengan menyimpan uang. Apalagi nilainya selalu naik, jadi untung bertahun-tahun. Ketika memerlukan uang mendesak, ketimbang jual mereka memilih gadai,” terang pria yang sempat berprofesi sebagai nelayan ini.
Diakui Fahrurozi, kultur memakai perhiasan sudah jadi budaya. Contoh menghadiri sedekahan atau adat midang (silaturahmi) Lebaran, kaum perempuan khususnya sering memakai emas bersuku-suku. “Turun temurun. Mau lihat waktu ada kenduri (pesta), keluar semua perhiasannya,” imbuhnya. Kepemilikan emas menandakan seorang yang berhasil (kaya) dan menaikan status (strata) sosialnya di masyarakat. “Tinggal seberapa banyak tergantung ekonominya, ada yang sampai 100 suku. Adik saya saja 3 kg emasnya,” bebernya.
Tak heran akhirnya Sungsang dijuluki kampung emas yang ada di Provinsi Sumsel. Keberadaan Pegadaian Syariah menjaga tradisi investasi emas yang menguntungkan masyarakat itu. Membantu pedagang, pelaku UMKM meningkatkan kapasitas usahanya melalui pembiayaan rahn atau arrum emas, serta mengajak masyarakat mengemaskan Rupiah.
Investasi Untung Puluhan Tahun
Tak hanya warga Sungsang, keberkahan menjadi nasabah Pegadaian Syariah turut dirasakan Yunita Susanti (45). Warga Jl Yaktapena I Plaju, Kota Palembang ini loyal puluhan tahun. “Sering gadaikan emas ke Pegadaian Syariah Simpang Patal sejak 3 tahun terakhir (2021). Tapi sebenarnya kenal dan jadi nasabah Pegadaian dari tahun 2006. Awalnya ke cabang konvensional Pegadaian Palembang Jl Merdeka, lalu ke Pegadaian Syariah,” ujarnya.
Hingga kini, kata Yunita, ia bersama ayuknya rutin menggadaikan atau mencicil emas puluhan suku/gram, bahkan pinjaman mereka berdua tembus Rp300-500 juta. Ia mengaku Pegadaian Syariah sangat membantu modal usaha, membiayai kuliah anaknya di Universitas Sriwijaya, dan sebagainya. “Perlu dana mepet-mepet ya ke Pegadaian Syariah. Prosesnya cepat, langsung cair hitungan menit, walau minjamnya Rp500 juta. Tinggal janjian atau konfirmasi, uangnya disiapkan,” tegasnya.
Yang juga buat ia kepincut, syaratnya mudah cuma KTP dan emas perhiasan atau batangan (logam mulia/LM), tanpa BI checking, dan mu’nah-nya murah. “Biayanya kecil, apalagi kalau dibikin cicilan (arrum emas) itu cuma 1 persen per bulan. Nggak berasa sudah lunas. Jauh sekali dibanding lembaga keuangan atau pembiayaan lain,” sebutnya.
Berkat produk rahn dan arrum emas, usahanya berkembang. “Ayuk saya itu punya toko plastik di Pasar 16 Ilir, kadang butuh ratusan juta pada momen seperti Lebaran. Mau minjam ke lembaga keuangan lain lama, maka Pegadaian Syariah berperan membesarkan usahanya hingga eksis puluhan tahun,” paparnya. Perhitungannya meski membayar mu’nah, ketutup profit usaha.
Sebenarnya, ia bisa saja menjual perhiasan atau LM ke toko emas. “Cuma kami lihat sisi historis dan kenangannya sehingga memilih gadai syariah. Seperti saya, sayang cincin kawin sepasang mau dijual, belinya tahun 2003 saat menikah dengan suami, masing-masing 5 gram cincin pengantin pria dan 3 gram cincin pengantin wanita,” ungkapnya. Sementara koleksi perhiasan ayuknya kebanyakan dibeli di Mekkah, saat ia naik haji tahun 2014.
Tidak cuma itu, harga emas naik dari tahun ke tahun. “Ya sekaligus investasi, kalau tanah atau rumah lambat jualnya, emas kapan saja, entah mau digadai atau dijual,” lanjut Yunita. Harganya tinggi, sebagai perbandingan di tahun 2003 saat membeli emas masih Rp90 ribuan per gram, sekarang (20/1/2024) sudah Rp1,125 juta per gram. Untung 10 kali lipat, makanya ia suka menyimpan emas.
Pemimpin Cabang Pegadaian Syariah Simpang Patal, Daniel mengatakan banyak nasabah telah mendapat manfaat pinjaman gadai syariah atau mikro. “Hingga Januari 2024 kita sudah menyalurkan pembiayaan gadai syariah dan mikro Rp100 miliar lebih melalui 1 kantor cabang dan 6 UPS di Palembang,” ungkapnya. Total ada 19 ribu-an nasabah dan khusus dari Desa Sungsang sekitar 100 nasabah. Se-Indonesia, penyaluran pinjaman gadai syariah tembus Rp28,9 triliun pada 2023, naik dari tahun 2022 yang sebesar Rp25,5 triliun.
Diakuinya, warga Sungsang banyak gadaikan emasnya ke UPS Kolonel Atmo sebab dekat Pasar 16 Ilir. “Dari Sungsang naik speedboat melintasi Sungai Musi sampai Pasar 16 Ilir. Kadang mereka sekaligus belanja bulanan untuk usaha, memang rata-rata UMKM, pedagang, pemodal kapal, juga nelayan,” tegasnya. Nilai pinjamannya besar-besar bisa Rp40-50 juta, karena emas yang digadai belasan suku.
Saking cukup sering bolak-balik tiap bulan, petugas UPS begitu kenal nasabahnya. “Mau gadai emas syariah tinggal telpon saja. Jadi pas ke kantor misalnya mau minjam Rp100 juta langsung ada uangnya. Biasanya nasabah dari Sungsang maunya cash,” tutur Daniel.
Dikatakan, Pegadaian Syariah sendiri menawarkan beberapa produk gadai syariah, seperti rahn jangka waktu maksimal 120 hari. “Nasabah kita kenakan mu’nah atau biaya pemeliharaan atas barang jaminan per 10 hari dihitung dari nilai barang. Besaran mu’nah berdasarkan 4 golongan pinjaman gadai, makin besar makin murah. Untuk golongan A pinjamannya Rp500 ribu, B Rp505.000-5 juta, C Rp5-20 juta, dan D di atas Rp20 juta.
“Untuk nasabah ritel, mu’nah-nya sebesar 0,64 persen per 10 hari dengan pinjaman di atas Rp20 juta (D) dan 0,73 persen pinjaman Rp5-20 juta (C) ,” tegasnya. Ada pula untuk bisnis dengan pinjaman di atas Rp100 juta, mu’nah-nya berjenjang mulai 0,52 persen per 10 hari, dan nasabah prioritas 0,4 persen per 10 hari.