MUBA, SUMATERAEKSPRES.ID - Bailangu, dalam hikayat Sultan Mahmud Badarudin II disebut desa Buay Langu (sumber wikipedia).
Desa Bailangu menurut kisah turun temurun dari Kakek kami Haji Muhammad Yusuf (Pangawa Yusuf alias Nenek Bogor), didirikan oleh Puyang Abusaka yang berasal dari Desa Kima Bangka Provinsi Bangka Belitung.
Beliau meninggalkan 4 orang anak yaitu Puyang Lebe, Puyang Janggut (Jantiri), Puyang Mudim (Ragentam Ali), dan Puyang Tembesu.
Dari Puyang Lebe lah garis keturunan kami dimulai. Sepertinya nama Bailangu ada kemiripan dengan "Belinyu" yang juga terdapat di Kabupaten Sungai Liat Bangka dimana Desa Kima juga ada disana.
BACA JUGA:Desa Bailangu Dapat Hadiah Motor, Apriyadi Bakal Umrahkan Gratis
BACA JUGA:Raih Desa Cantik Nasional, Desa Bailangu Dapat Hadiahkan Motor
Sementara kalau di terjemahkan secara terurai kata Buay berarti "ayunan" dan Langu "nama salah satu cendawan yang biasa dijadikan sumber makanan oleh masyarakat Bailangu.
Melihat dari tempat dimana mereka dimakamkan, sepertinya ada semacam simbol yang bisa dimaknai mereka sebagai pendiri dan pelindung Desa Bailangu dimana Puyang Janggut dimakamkan di daerah Sungai Guci ("dilo dusun").
Lalu, Puyang Mudim ("berang dusun", diseberang sungai Musi), Puyang Lebe ("darat dusun", mikak di jalan tengah dekat makam Puyang dak bepusat) dan Puyang Tembesu ("dulu dusun", konon dimakamkan di tanah tumbuh daerah sungai tilan Lumba Jaya).
Semasa hidupnya keempat puyang tersebut banyak menorehkan sejarah sebagai tokoh yang disegani karena Ilmu kedigdayaan mereka, dan Ilmu kedigdayaan tersebut diwariskan secara turun temurun dan keturunan mereka yang paling terkenal adalah "puyang dak bepusat alias Ketip Tiudin alias Puyang Silam-silaman".
BACA JUGA:Bailangu Raih Award Desa Cantik Tingkat Nasional
BACA JUGA:Desa Bailangu Wakili Sumsel, Masuk 20 Besar
Salah satu yang dikisahkan kepada saya adalah pernah suatu hari Puyang Tembesu "andun" (berkunjung) ke Desa karang waru, lalu mendekati gadis di desa tersebut.
Hal ini tidak diterima oleh masyarakat Desa tersebut, sehingga si Puyang di sandera lalu di ikat di tiang tembesu Balai Desa Karang Waru.
Kemudian dengan Ilmu yang dimilikinya Puyang Tembesu memanggil seekor burung "kuntul", lalu ia berpesan kepada burung tersebut agar disampaikan kepada "kuyung-kuyungnye" di Bailangu kalau beliau sedang disandera dan diikat di Balai Desa karang Waru.