BACA JUGA:Lempar Handuk
Saya sendiri lupa apakah waktu itu ikut menyumbang. Tapi rasanya banyak di antara Anda yang mengirim uang ke rekening MER-C saat itu.
"MER-C itu sangat amanah," ujar Mohamad Ba'agil, seorang insinyur teknik sipil yang saya temui kapan itu. Ia lulusan Sekolah Tinggi Teknik di Jakarta. Lalu ambil S-2 teknik sipil di Jerman. Ia sering ke Gaza. Ke Syria. Ke Lebanon. Ke Iran.
Mohamad orang yang ikut me-review desain rumah sakit MER-C di Gaza. "MER-C sangat hemat dalam menggunakan uang donasi," kata Mohamad yang ketika lahir diberi nama Khomeini.
"Saya lihat tidak ada petugas MER-C yang tinggal di hotel berbintang. Uang saku mereka juga sangat minim. Jauh dengan lembaga serupa yang lain yang saya tahu," kata Mohamad.
BACA JUGA:Banteng Terluka
BACA JUGA:Jembatan Butuh
Kepercayaan tersebut membuahkan hasil. Sumbangan terus mengalir. Kontraktor berhasil dibayar. Bahkan juga untuk pekerjaan berikutnya: M&E, finishing, dan peralatan medis.
"Akhirnya pinjaman ke konglomerat itu tidak jadi kami lanjutkan," ujar dokter Ben. "Apakah ada satu pihak atau satu orang yang menyumbang di atas Rp 1 miliar?"
"Tidak ada," ujar dokter Ben. "RS Indonesia di Gaza ini benar-benar dibangun oleh umat Islam Indonesia," katanya.
Kita memang kaum semut. Tapi karena jumlah semutnya ratusan juta bisa mengangkat nama Indonesia di Gaza.(*)