JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Gerakan Sekali Putaran (GSP) terus mengadvokasi agar Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 diselenggarakan dalam satu putaran, dengan keyakinan bahwa hal ini dapat memberikan kepastian politik dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Muhammad Qodari, Ketua Umum GSP, mengemukakan empat alasan, dua bersifat objektif dan dua bersifat subjektif, mengapa Pilpres 2024 sebaiknya dilakukan sekali putaran.
Alasan objektif pertama yang diungkapkan Qodari adalah efisiensi waktu.
Menurutnya, Pilpres 2024 dalam satu putaran dapat menghemat waktu, dengan pengumuman pemenang pada bulan Februari 2024, setidaknya 50%+1 suara, yang akan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi tanah air.
BACA JUGA:GSP Optimis Prabowo-Gibran Menang di Pilpres Sekali Putaran, Ini Alasannya
Dengan demikian, pelaku ekonomi dan investor akan memiliki kepastian lebih awal, memungkinkan mereka untuk melanjutkan aktivitas ekonomi tanpa menunggu hingga bulan Juni 2024.
"Para pelaku ekonomi dan investor sudah memiliki kepastian untuk menjalankan aktivitas ekonominya dan tidak perlu harus menunggu sampai bulan Juni 2024," ujar Qodari.
Alasan objektif kedua adalah potensi penghematan anggaran negara sebesar Rp. 17 triliun.
Dana tersebut, menurut Qodari, dapat lebih bermanfaat jika dialokasikan untuk kebijakan atau program lain yang mendukung kesejahteraan masyarakat, seperti subsidi perumahan, pendidikan, energi hijau, dan bantuan kepada petani.
BACA JUGA:Prabowo Ajak JSI Babel Jaga Persatuan dan Kerukunan Bangsa dalam Acara Doa dan Zikir Akhir Tahun
"Objektif yang kedua adalah bahwa ini akan hemat anggaran itu hemat 17 triliun bisa dipakai buat subsidi, subsidi perumahan, subsidi pendidikan, subsidi energi hijau, bantuan pangan maupun pupuk bagi petani, dan seterusnya," paparnya.
Dalam konteks alasan subjektif, Qodari menyatakan bahwa pelaksanaan satu putaran dapat memberikan kepastian politik sejak awal, menghindari polarisasi ekstrem yang mungkin terjadi pada putaran kedua.
Ia mengingatkan potensi polarisasi seperti pada Pilpres 2014, 2019, dan Pilkada DKI Jakarta 2017 yang melibatkan isu-isu sensitif.
"Subjektifnya pertama bisa menghindari polarisasi ekstrem, pada putaran kedua saya melihat potensi polarisasi ini besar sekali karena begitu calon cuma dua, maka akan berhadapan dengan isu primordial termasuk isu agama akan muncul lagi," ungkap Qodari.
BACA JUGA:Tuduhan Anies Baswedan Terhadap Prabowo Subianto Tidak Berdasar, Ini Kata Qodari!