“Anak-anak muda di Siak itu kemudian memproduksi ekstrak albumin ikan gabus, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar,” paparnya.
Karena orang Indonesia, kerap memanfaatkan protein tinggi pada ikan gabus untuk membantu proses pemulihan kesehatan. “Terutama bagi ibu yang baru melahirkan, anak-anak baru sunat, dan lainnya,” kata Juris.
Nah untuk menjaga kualitas ikan gabus yang memberikan benefit, maka ekosistem gambut harus tetap terjaga. Aliran sungai harus terus terjaga, agar air bisa terus membasahi gambut.
BACA JUGA:Dapat Rp1 Juta Setiap Bulan dan Latihan Gratis, Ayo Daftar Djarum Beasiswa Plus
“Sehingga dengan gambut yang terus basah, maka dapat mencegah atau paling tidak memimalkan kebakaran gambut. Jangan ditutup aliran sungai, dengan alasan untuk investasi perkebunan ataupun proyek infrastruktur,” tegasnya.
Bahkan menurut Juris, tanaman nanas pada lahan gambut juga dapat mencegah karhutla. “Tanaman nanas itu ‘kan buah dan pelepahnya banyak produksi turunannya. Ketika kebun nanasnya sudah memberikan banyak keuntungan, tentu pemiliknya akan menjaga kualitas gambut kebun nanasnya,” imbuhnya.
Untuk itu, menurutnya kolaborasi kreatif dalam aksi peduli lingkungan, sangat dibutuhkan. “Penanganan karhutla ini bukan hanya tanggungjawab KLHK, Polri, TNI, atau pemerintah. Namu semua pihak harus berkolaborasi. Mulai dari swasta, NGO, masyarakat, hingga anak muda sekalipun,” kata Juris.
Melalui media workshop menggali isu adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dari kebijakan nasional hingga aksi di tingkat regional dan lokal, Juris menyebut jurnalis juga dapat berperan.
BACA JUGA:Palembang Kirim 2 Atlet Penerus Ahsan di Audisi Umum PB Djarum
“Pertama, sebagai penyebaran informasi. Kedua, advokasi dan mengawal kebijakan pemerintah. Ketiga, menjembatani antar stakeholder. Angkat anak-anak muda yang kreatif, sehingga dilirik. Keempat, melalui kekuatan narasinya menyuarakan dengan cara yang sederhana, sehingga masyarakat dengan apapun background-nya dapat mencerga,” imbaunya.
Meskis secara pribadi, Juris sendiri sudah idak setuju lagi dengan sebutan perubahan iklim. Tapi menurutnya, sudah krisis iklim. “Kalau perubahan iklim itu ‘kan, bisa kembali lagi seperti musim. Tapi kalau krisis iklim ini, tidak bisa kembali lagi seperti semula,” pungkasnya. (andri)