PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan gizi buruk, terserang infeksi yang berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak memadai. Seorang anak didefinisikan sebagai stunting jika tinggi badan menurut usianya lebih dari dua standar deviasi, di bawah ketetapan Standar Pertumbuhan Anak WHO.
Penyebab stunting menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ada dua, yakni faktor lingkungan dan genetik. Lingkungan adalah aspek penting yang masih dapat diintervensi sehingga perawakan pendek atau stunting dapat diatasi. Faktor lingkungan yang berperan dalam menyebabkan perawakan pendek antara lain status gizi ibu, pola pemberian makan kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi pada anak. Selain disebabkan oleh lingkungan, stunting dapat disebabkan oleh faktor genetik dan hormonal. Namun sebagian besar stunting disebabkan oleh kekurangan gizi.
Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) secara periodik 5 tahunan melakukan riset. Riset terhadap 84.000 balita dalam bentuk Hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI).
Hasil survei status gizi balita Indonesia tahun 2019 menunjukkan prevalensi stunting sebesar 27,67 persen. Namun terjadi penurunan angka prevalensi stunting menjadi 21.6% pada tahun 2022 berdasarkan hasil SSGI tahun 2022. Angka ini masih jauh dari target pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi stunting menjadi 14 persen di tahun 2024.
BACA JUGA : Inovasi Lato-lato Puskesmas Kalidoni
Berbagai upaya penanggulangan balita gizi buruk mulai ditingkatkan dengan penjaringan kasus, rujukan, dan perawatan gratis di Puskesmas maupun Rumah Sakit, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) serta upaya-upaya lain yang bersifat rescue. Bantuan pangan seperti beras gakin diberikan kepada keluarga miskin oleh sektor lain untuk menghindari masyarakat dari ancaman kelaparan.
Namun, semua upaya tersebut nampaknya belum juga dapat mengatasi masalah dan meningkatkan kembali status gizi masyarakat, khususnya pada balita. Balita gizi buruk dan gizi kurang yang mendapat bantuan dapat disembuhkan, tetapi kasus-kasus baru yang muncul terkadang malah lebih banyak, sehingga terkesan penanggulangan yang dilakukan tidak banyak artinya, sebab angka balita gizi buruk belum dapat ditekan secara bermakna.
KOMERING (Kelompok Edukasi Intervensi Balita Stunting) merupakan kegiatan inovasi pengembangan dari Pos Gizi. Pos Gizi ( Pos pemulihan Gizi berbasis masyarakat) adalah salah satu upaya pemberdayaan keluarga untuk menanggulangi masalah gizi pada masyarakat yang berbasis masyarakat dimana dalam pelaksanaannya dari, oleh dan untuk masyarakat(Dep.Kes, 2005).
BACA JUGA : Inovasi Tobat HIV Mak di Puskesmas Makrayu
Pos gizi merupakan suatu bentuk kegiatan pemberdayaan keluarga yang bertujuan meningkatkan kemampuan keluarga untuk mengetahui potensi ekonomi keluarga dan mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga. Target yang ingin dicapai pemerintah pada tahun 2009 yaitu terbentuknya 70.000 Pos Gizi di seluruh Indonesia.
Puskesmas Kertapati menjadi lokasi fokus stunting tahun 2021 untuk kelurahan Ogan Baru. Dasar hukum untuk menjalankan PSN (Program Strategi Nasional) Stunting adalah Permenkes No. 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit. Pos gizi telah dilakukan di beberapa daerah rawan gizi di Indonesia dan terbukti efektif meningkatkan status gizi balita. Untuk meningkatakan efektifitas pos gizi diperlukan kerjasama lintas sektor secara berkesinambungan. lintas sektor yang terkait adalah Camat, Lurah, Ibu PKK, Tokoh Masyarakat, Puskesmas, Perusahan yang ada di wilayah sekitar dan Masyarakat itu sendiri.
Prinsip dari KOMERING adalah bahwa kemiskinan bukanlah penyebab utama kekurangan gizi, karena ditemukan beberapa keluarga miskin yang anaknya sehat (gizi baik) karena menerapkan pola asuh yang baik. Kekurangan gizi pada umumnya disebabkan oleh praktek pemberian makan atau pola asuh yang tidak benar, dengan adanya program pos gizi maka diharapkan kurang gizi bisa teratasi dengan perubahan perilaku. Pada saat kegiatan KOMERING orang tua belajar perilaku positif bersama-sama dan mempraktekkannya dirumah.
BACA JUGA : Puskesmas Lima Ilir Luncurkan Inovasi Tongkat Bumi
Pendekatan pos gizi mendorong terjadinya perubahan perilaku dan memberdayakan para ibu balita untuk bertanggung jawab terhadap rehabilitasi gizi anak-anak mereka dengan menggunakan pengetahuan dan sumber daya lokal. Setelah pemberian makanan tambahan berkalori tinggi selama 12 hari, anak-anak menjadi lebih bertenaga dan nafsu makan mereka pun bertambah.
Perubahan nyata yang terlihat pada anak karena mereka mengalami kenaikan berat badan selama 12 hari kegiatan pos gizi. Ibu balita menyadari bahwa jika anak diberi makan dengan baik selama 12 hari saja bisa menaikkan berat badan apalagi jika dilakukan terus menerus. Semua pihak yang terlibat menjadi optimis jika Inovasi ini terus dilakukan bisa mengurangi angka stunting. (Ril)
Kategori :