Penyidik Kejati Sumsel Periksa Mantan Kadispenda dalam Kasus Penjualan Aset Yayasan Batanghari Sembilan
Penyidik Kejati Sumsel periksa mantan Kadispenda Palembang terkait kasus penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan. Foto:Nanda/Sumateraekspres.id--
SUMATERAEKSPRES.ID – Tim penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan kembali melakukan pemeriksaan saksi-saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan (BHS), berupa sebidang tanah di Jalan Mayor Ruslan, Palembang.
Pemeriksaan berlangsung pada Kamis, 5 Desember 2024, dengan memanggil dua saksi penting, yaitu SR, yang merupakan mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Kota Palembang pada periode 2016-2019, serta AS, seorang mantan tenaga honor di Dinas yang sama hingga 2021.
BACA JUGA:Penata Hias Gasak Perhiasan Emas dan Uang Senilai Rp 120 Juta di OKU
BACA JUGA:Reses Dapil 2 Palembang Fokus pada Perbaikan Infrastruktur dan Pendidikan Seni di SMKN 7 Palembang
Kasipenkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari SH MH, menjelaskan bahwa kedua saksi tersebut diperiksa untuk mendalami kasus ini dan mengumpulkan alat bukti guna mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat.
Pemeriksaan berlangsung selama beberapa jam dengan sekitar 20 pertanyaan yang diajukan kepada kedua saksi tersebut.
Sebelumnya, penyidik telah melakukan penyitaan sejumlah barang bukti yang terkait dengan kasus ini, termasuk sebidang tanah seluas 2.800 m² beserta bangunan rumah yang terletak di Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang.
Selain itu, dokumen terkait hak kepemilikan tanah yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang juga disita.
BACA JUGA:Amnesty International Tuding Israel Lakukan Genosida di Gaza, Israel Sebut Itu Sebagai Kebohongan
BACA JUGA:Aturan Lapor Kinerja Guru Terbaru: Peraturan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kepala Kejati Sumsel, Yulianto, mengungkapkan bahwa tanah milik Yayasan Batanghari Sembilan yang terletak di Jalan Mayor Ruslan tersebut, yang telah dijual seharga Rp 1 miliar, sebenarnya memiliki nilai pasar lebih dari Rp 17 miliar.
Dalam penelusuran penyidik, ditemukan bahwa pelaku menggunakan identitas palsu untuk mengubah status kepemilikan tanah tersebut, dengan cara memalsukan data dan dokumen, termasuk KTP.
"Tanah ini terdaftar di peta asli BPN dan diketahui milik Yayasan Batanghari Sembilan, tetapi bagaimana bisa diubah sertifikatnya dan dijual, itu yang sedang kami selidiki," kata Yulianto.
BACA JUGA:Kuasa Hukum RD Jelaskan Alasan Laporan Polisi Kliennya terhadap Komedian Lokal Palembang