Fantastis, Segini Nilai Transaksi Perdagangan Halal Negara Anggota OKI, Indonesia Gimana Nih?

Ilustrasi artikel Fantastis, Segini Nilai Transaksi Perdagangan Halal Negara Anggota OKI, Indonesia Gimana Nih?--

SUMATERAEKSPRES.ID - Transaksi perdagangan produk halal pencapaian fantastis mencapai Rp254 miliar, memberikan kontribusi signifikan sebesar 1-3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI).

Namun, paradoks menarik muncul ketika Indonesia, yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, hanya menempati posisi ke-5 dalam perkembangan industri halal, menurut Global Islamic Economy Report.

Seharusnya, Indonesia, sebagai negara dengan jumlah umat Muslim terbanyak, menjadi pemimpin utama dalam industri ini.

Islam, sebagai Rahmatan Lil Alamin, tidak hanya mengatur aspek ibadah tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk konsumsi.

Konsep halal, yang ditegaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 168, mencerminkan sesuatu yang bermanfaat dan tidak merugikan tubuh, pikiran, dan agama.

BACA JUGA:Dorong UMKM Miliki Setifikat Halal dan Inovasi Produk

BACA JUGA:Bersertifikat Halal, Telah Teruji Klinis

Dalam menganalisis perkembangan industri halal di Indonesia, penelitian menggunakan metode Analytic Network Process (ANP) sebagai alat analisis kualitatif untuk pengambilan keputusan.

Pendekatan ini melibatkan informan berpengalaman dan kompeten, menjamin hasil penelitian yang optimal.

Pemetaan kendala dalam perkembangan industri halal di Indonesia fokus pada lima aspek utama.

Pertama, kebijakan, yang melibatkan implementasi jaminan produk halal yang belum selesai dan minimnya sertifikasi serta standarisasi produk halal.

BACA JUGA:CATAT, Ini Alasan Jasa Logistik Harus Mengantongi Sertifikasi Halal!

BACA JUGA:Lowongan Kerja LPPOM MUI, Bergabunglah dengan Tim Penjamin Halal Terdepan. Ini Posisi dan Syaratnya!

Kedua, sumber daya manusia, dengan banyak produsen yang kurang memperhatikan produk halal dan minimnya pengetahuan pada pelaku usaha kecil.

Ketiga, infrastruktur, yang masih kurang memadai dan kurangnya koordinasi lembaga terkait.

Keempat, sosialisasi, yang minim promosi dan kurangnya edukasi mengenai halal. Kelima, produksi, dengan kendala seperti terbatasnya bahan mentah halal dan sektor yang masih mengandalkan impor.

Hasil ANP menyoroti bahwa permasalahan utama pengembangan industri halal terletak pada aspek sumber daya manusia.

BACA JUGA:LAGI HEBOH, Produk Wine Berlebel Halal versi Kemenag. Benarkah Kemenag Kena Tipu, dan Bagaimana Reaksi MUI?

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan