Porsi Penipuan Modus File Apk Capai 15 Persen

AKSES: Konsumen mengakses QRIS dengan e-walet saat transaksi di salah satu merchant. --

BI Klaim Jamin Kepastian Hukum

PALEMBANG - Pelindungan Konsumen (PK) yang disediakan Bank Indonesia (BI), hadir sebagai aksi preventif maupun sarana pe- nyelesaian masalah yang berkaitan layanan keuangan, termasuk jasa sistem pembayaran. Otoritas terus memperkuat hal ini untuk menjamin kepastian hukum bagi konsumen agar terlindungi dari praktik tidak adil dan merugikan. 

“Hal ini kian penting seiring perkembangan ekonomi digital yang mendorong menjamurnya layanan keuangan yang diliputi risiko siber, kebocoran data, transparansi dan kecurangan,” ungkap Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung dalam diskusi Seminar Internasional Pelindungan Konsumen bertema “Consumers’ Trust: The Key to Expanding Digital Financial Economy”.

BACA JUGA:Sprint Race Milik Marquez

Di tengah risiko itu, jelasnya, melalui pelindungan konsumen yang kuat, masya- rakat sebagai konsumen semakin berdaya untuk mendukung haknya. Harapannya, konsumen semakin percaya dan yakin memanfaatkan layanan keuangan baik konvensional-digital,” tegasnya. 

Dia pun menyampaikan 3 hal utama perlu jadi perhatian otoritas dalam tanggung jawab membuat ekosistem aman bagi seluruh konsumen. 

Pertama, secara bersama memprioritaskan literasi ke- uangan digital untuk memberdayakan konsumen de- ngan cara membagi pengetahuan seputar layanan keuangan. Kedua, menegakkan kerangka pengaturan untuk mendukung inovasi seraya meningkatkan integritas pasar dengan menjaga data identitas konsumen dan transaksi. 

BACA JUGA:Luncurkan KTA dan Website IKA Unsri

Ketiga, perlunya kolaborasi antara regulator, perusahaan teknologi dan institusi keuangan untuk tingkatkan pelindungan konsumen. Dalam kolaborasi ini, otoritas perlu menjembatani lembaga dengan masyarakat hingga daerah terpencil. Di era digital ini masyarakat dibayangi ragam risiko, modus yang sering dialami masyarakat, antara lain SIM swap, data breaches, Skema Ponzi dan maraknya penyedia layanan tidak berizin. 

“Modus terkini yang berkembang adalah pengiriman file “.apk” melalui media komunikasi yang dapat menyedot data serta dana finansial korban,” cetusnya. 

Terkait modus ini, Indonesia menjadi negara yang memiliki jumlah korban penipuan modus file “.apk” terbanyak di dunia dengan porsi 15 persen secara global. (fad)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan