https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Bakar Persembahan, Salurkan Sembako ke Masyarakat

Palembang, SUMATERAEKSPRES.ID- Puncak hari ulambana di Vihara Amitabha Graha, Jl Taman Kenten pada 12-13 September, ditandai dengan membakar miniatur kapal dan patung Thai Se atau Popokon yang sekaligus simbol raja neraka dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa pada  Rabu (13/9) malam.

Sebelum dibakar, para pengurus Vihara Amitabha Graha dan umat menggelar sembahyang yang dipimpin Bhiksu Manggala Sasana Mahasthavira dari Jakarta. 

Dalam prosesi sembahyang tersebut, semua persembahan dari umat untuk para arwah leluhur, orangtua dan juga kerabat yang sudah meninggal saat itu diberkati oleh sang bhiksu.

Baik yang berupa makanan, sembako, berbagai sayur mayur, miniatur rumah dan juga kotak uang dalam budaya Tionghoa yang nantinya dibakar untuk dipersembahkan para arwah tersebut.

Sedangkan sebagian lainnya berupa beras, sembako dan sebagainya akan dibagikan ke masyarakat yang berada di sekitar Vihara Amitabha Graha.

"Perayaan ritual Ulambana di Vihara Amitabha Graha berlangsung selama dua hari. Yakni 12-13 September atau tanggal 28-29 bulan ketujuh di tahun lunar.

Untuk puncak ritual dilakukan  Rabu (13/9) dari pagi hari hingga malam sekira pukul 20.00 wib.

Tepat pukul 20.00 wib, semua persembahan berbentuk miniatur rumah, kapal dan Popokon atau simbol Raja Neraka ini kami bakar," urai Ketua Vihara Amitabha Graha, Halim Susanto saat dibincangi koran ini, Rabu (13/9) malam.

Setelah itu, sebagaimana tradisi Ulambana, kata Halim, pihaknya membagikan beras, paket sembako dan sayur mayur  ke masyarakat yang sudah menunggu sejak sebelum Maghrib. Akan tetapi, untuk menjaga ketertiban dan kelancaran, semua warga terlebih dulu diminta untuk antre dan tidak berebut.

" Untuk beras dan sembako langsung kami bagikan ke masyarakat yang telah antre.

Namun sebagiannya itu kami sisihkan untuk panitia dan petugas yang menjaga pelaksanaan Ulambana tersebut. Semua sembako dan beras ini, semuanya persembahan dari umat," jelasnya.

Adapun sejarah Ulambana, dijelaskan Halim, berawal dan pertama kali dilaksanakan seorang murid dari Buddha Gautama yang bertemu sang ibu di alam rendah dan dirinya di saat itu ingin menolongnya.

Namun semua usaha yang dilakukannya, membawa ibunya ke alam manusia tersebut tidak berhasil.

Setelah itu, sang murid pada akhirnya menemui sang guru dan juga menceritakan semua yang terjadi dan usaha yang dilakukannya tersebut.

“Dari kisah ini jadi bukti kalau bakti seorang anak saja tidak mampu untuk membantu orangtuanya tadi.

Namun dengan berbakti pada sangha dengan cara berderma, juga akan dapat membantu orangtua, leluhur dan kerabat yang sudah meninggal dapat diangkat ke alam manusia.

Semua ini terus dilakukan seluruh umat hingga sekarang," pungkasnya. (afi/lia)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan