Bubur Asyuro

*Oleh : Izzah Zen Syukri

Betapa besar rasa cinta masyarakat Palembang terhadap tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun. Salah satunya adalah bubur asyuro. Bubur ini hanya dibuat di saat memperingati 10 Muharram. Masyarakat Palembabg sangat percaya bahwa Hari Asyuro adalah hari yang penuh berkah. Di dalam kitab I'anatut Tholibin dikisahkan tentang keistimewaaan Asyuro, antara lain 1) Allah menciptakan Jibril AS, 2) selamatnya Nabi Nuh AS beserta umat yang beriman dari tsunami, 3) Nabi Musa AS membuat jalan tol dengan memukulkan tongkat di laut merah dan selamat dari kekejaman Fir'aun, 4) Nabi Ibrahim terbebas dari api Namrud, dan 5) Nabi Sulaiman diberi Allah kerajaan. Di hari istimewa ini tak ada salahnya kita melakukan 12 macam ibadah yang istimewa pula yang juga dikutip dari kitab yang sama, yaitu 1) solat 4 rekaat dengan membaca fatihah dan al-iklah @ 51 kali, 2) mengusap kepala anak yatim, 3) mandi dengan niat, 4) memotong kuku, 5) bercelak mata, 6) berpuasa, 7) bersedekah, 8) bersilaturrahim, 9) menjenguk orang sakit, 10) meluaskan belanja untuk keluarga, 11) berziarah kepada ulama yang soleh, dan 12) membaca surat Al-Ikhlas 1000 kali Tradisi di hari Asyuro di kota Palembang oni afalah bersedekah bubur yang disebut Bubur Asyuro. Di rumah-rumah masyarakat Palembang kaum ibu memasak bubur yang berbahan baku beras, diberi santan, dan disajikan dengan toping yang berbeda. Ada yang menaburkan irisan telur dadar, teri goreng, dan bawang goreng. Ada pula yang menghiasnya dengan telur rebus. Ada yang memberikan taburan ayam suir dan bawang goreng. Intinya, mereka menyambut asyuro dengan bersedekah, membagikan bubur kepada tetangga, terutama kepada yang kurang mampu. Ternyata tradisi ini dimulai oleh nenek kita Nabi Nuh AS. Saat mendarat dan terbebas dari tsunami yang dahsyat, semua penghuni kapal besar itu kelaparan. Mereka hanya memiliki persediaan berupa tujuh macam biji-bijian, yaitu 1) gandum, 2) beras, 3) kacang merah, 4) kacang hijau, 5) adas, 6) kacang arab, dan 7) kacang putih. Biji-bijian inilah yang dimasak menjadi bubur dan disantap seluruh penghuni kapal. Jadi, tradisi yang dilakukan "wong bari" dan masih bertahan hingga kini memang bersanad, bukan sembarang tradisi. Hal ini pun memiliki dampak yang sangat positif. Jika orang Palembang memasak bubur bersantan, warga keturunan Arab di Palembang biasanya membuat bubur beras dengan bumbu sop dan berwarna kecoklatan. Dulu, saat kami masih belia antarwarga ini saling bertukar bubur hingga yang satu dengan yang lain saling bertukar rasa menikmati masakan tetangganya. Sungguh indahnya bertetangga dan menikmati aneka perbedaan yang berujung pada besarnya rahmat yang Allah limpahkan. Selamat hari Asyuro. Selamat mencapai puncak kemenangan dengan makin melangitkan doa dan takwa kepada Allah Ta'ala. (*)  

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan