Terpaksa Pindah Rumah-Sekolah
*Keluarga Anak Korban Kekerasan Seks
LAHAT – Dua kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, menggegerkan Kabupaten Lahat di awal 2023 ini. Viral tuntutan 7 bulan dan vonis 10 bulan, terhadap terdakwa O (17) dan M (17), yang turut memerkosa bergilir pelajar lainnya, berinisial A (17). Ditimpali lagi kasus fedofil Bambang (47), terhadap bocah SD langganan ojeknya, sebut saja B (7).
Hebohnya dua kasus kekerasan terhadap anak itu, menguatkan angka kasus yang cukup tinggi di Kabupaten Lahat pada 2022 lalu. Setidaknya, ada 21 kasus kekerasan anak yang diterima UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Lahat.
"Ini sudah darurat. Karena kasusnya cukup banyak tiap tahunnya. Apalagi kasus kekerasan anak seperti fenomena gunung es," kata Kepala DPPA Kabupaten Lahat Nurlela Sag, melalui Kepala UPT PPA Lena Ernawati SPd, Jumat (13/1).
Dari 21 kasus pada 2022 itu, mayoritas kekerasan seksual terhadap anak, lalu ada kiha KDRT dan penelantaran. Dengan korban 11 anak perempuan, dan 10 laki - laki. Terhadap anak dari usia balita, pelajar SD, SMP, hingga SMA. "Untuk korban perempuan, mayoritas kekerasan seksual. Yang laki- laki mayoritas penelantaran, tapi juga ada yang kekerasan seksual," ujarnya. Baca juga : Sering Banjir, Pedagang Pasar Tanjung Raja Gotong Royong Bersihkan Got
Dampak dari tindak pidana itu tidak hanya korban yang trauma, tapi keluarganya juga. Sehingga korban itu ada yang pindah sekolah, keluarganya pindah rumah, bahkan pindah ke luar kota. “Bahkan yang korbannya anak SMA dan sampai melahirkan, ada yang berhenti sekolah. Untuk bayinya diasuh keluarga korban itu sendiri," bebernya.
Bahkan, sambung Lena, ada korban yang saking traumanya melakukan pendampingan psikolog hingga berbulan - bulan. “Korban sudah trauma, ditambah karena sekelilingnya banyak yang tahu. Juga ada ketakutan -ketakutan bullying, bila lingkungan sekitar tahu. Jadi pindah rumah atau kota,” ulasnya.
Mengenai bocah korban fedofil di Kelurahan Gunung Gajah, Kecamatan Lahat, lanjut Lena, informasi yang didapat korban dan keluarganya sudah pindah rumah. "Ya kami mau lakukan pendampingan, ternyata sudah pindah,” imbuhnya.
Di bagian lain, Ir menceritakan anaknya yang berusia 10 tahun pernah menjadi korban kekerasan seksual. Saat ini keluarga mereka telah pindah rumah. Karena takut kenangan buruk di lingkungan sekitar rumahnya, menjadi teringat kembali. Apalagi anaknya harus dilakukan pendampingan psikologi klinis hingga berbulan- bulan. "Kalau sekarang kondisinya mulai membaik," tuturnya.
Pindah rumah, kata Ir, demi kebaikan sang anak. Sebab pelakunya juga tinggal di lingkungan yang sama. Sementara untuk sekolah anaknya, masih dilanjutkan. Sedangkan rekan kerja Ir, ada beberapa orang yang tahu kasus tersebut. Namun dirinya yakin temannya itu tidak akan bercerita. “Sekolah anak saya masih di tempat lama, teman sekolahnya tidak tahu," akunya.
Kasus lainnya, pernah ada remaja berumur 15 tahun, menjadi korban pelecehan oleh pelaku dewasa. Sang ibu awalnya tidak tahu, karena anaknya tidak cerita. Mungkin karena pelaku mengancam akan menyebar foto anaknya. "Kurang tahu foto seperti apa,. tapi anak saya takut," ungkapnya.
Namun aib itu terungkap, setelah korban berbicara pada bibinya. "Langsung kami laporkan dan pelaku sudah ditangkap dan diproses," tambahnya. Nasib mereka lebih baik, lantaran tidak harus pindah sekolah dan rumah. Sebab pelakunya berlainan desa, teman sekolah korban juga tidak tahu massalahnya.
Namun saat anaknya diketahui menjadi korban pencabulan, langsung dibawanya ke psikolog. Agar trauma anaknya tidak berkepanjangan. " Biar percaya diri dan melupakan traumanya," ulasnya. (gti/air)