Dilempar Piring Sudah Biasa, Tetap Rutin Diberi Obat
*Melihat Panti Sosial/Panti Gelandangan Orang Terlantar, serta ODGJ
Mengurus orang dalam gangguan jiwa (ODGJ) tak hanya memerlukan mental, ketelatenan, kecakapan, keterampilan, hingga kemahiran. Tapi juga pengurus juga harus memiliki kesabaran. Ini kunci utama yang dibawa ASN dan honorer Panti Sosial ODGJ dan Panti Gelandangan Orang Telantar milik Pemprov Sumsel.
Ibnu Holdun - PALEMBANG
PANTI Sosial atau Panti Gelandangan Orang Telantar, serta ODGJ berada di jantung Ibukota Palembang, tepatnya di lingkungan RT 04, Kelurahan Sukamaju. Kecamatan Sako Palembang. Panti itu dulunya milik Yayasan Tan Kim Wan, seorang warga keturunan yang kemudian diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang. Seiring perkembangan zaman, panti itu akhirnya diambil alih oleh Pemprov Sumsel.
Saat bertandang ke panti itu, kemarin, suasananya terlihat begitu asri. Ada banyak warga binaan terlihat tengah membersihkan halaman panti. Umumnya mereka didampingi beberapa karyawan panti. Kepala Panti Sosial ODGJ dan Orang Terlantar, Andi Faizal Zaitam menjelaskan panti sosial yang ia bina kini sudah mulai berubah.
Halaman bersih, taman yang asri, serta punya banyak penerangan lampu di malam hari. “Ada sekitar 180 orang binaan yang berada di panti sosial ini,” sebutnya. Setidaknya ada tiga kriteria penghuni yang mereka urus dalam kesehariannya, selain gelandangan, juga ada orang dengan tingkat stres-nya rendah, menengah, dan yang parah.
Khusus mereka yang rendah, umumnya bisa diajak negosiasi dan bekerja. Sehari-hari ada yang bertugas membersihkan halaman, tempat tidur, dan bertani. "Mereka ini kita selalu berikan obat ODGJ," jelas Andi. Yang kedua kategori sedang, umumnya kelompok ini diberi keleluasaan bergerak. Hanya saja mereka masih diletakkan di salah satu gedung dengan penerapan agak ketat.
"Yang sedang mereka biasanya tenang. Kalau diajak ngobrol malah lebih baik dari kita orang-orang biasa. Ada pula kaum hawa diletakkan di dalam gedung secara terpisah," ungkapnya. Dari pantauan koran ini, khusus mereka yang kategori rendah, terlihat beberapa, menghitung dengan tangan dan menghadap langit. Ada yang nyanyi dan ramah memanggil siapa saja di gedung tersebut.
Berbeda untuk yang kategori parah, gedungnya terkunci dengan pengamanan ekstra ketat. Ini terpaksa dilakukan petugas, karena mereka dapat sewaktu waktu berlari atau membuat kegaduhan. Bahkan ketika koran ini menyambangi, ada saja tingkah laku mereka yang berbeda dengan manusia normal pada umumnya. Ada yang duduk sembari menyudut, ada yang meminta rokok, bahkan ada yang membuka celana.
"Untuk tingkatan yang seperti ini kita cukup kesulitan, karena mereka sendiri sudah tidak bisa diajak berkomunikasi secara normal. Salah sedikit ngamuk, misalkan kalau kita melihat mereka, kadang ada yang tersinggung dan marah marah. Bahkan ketika petugas memberikan makan, malah dilempar dengan piring," ujar Andi. Makanya para petugas harus memiliki kesabaran yang ekstra dalam mengurus para ODGJ ini. “Menghadapi orang dengan kesadaran yang rendah, selain mental harus kuat juga harus waspada dan sabar paling utama,” tuturnya. Bekerja di panti sosial ini merupakan ibadah, harus ikhlas karena akan banyak masalah yang dihadapi.
Andi mengaku masih banyak orang berbudi luhur sering ke panti sosial. Selain sering memberikan konsumsi makanan, juga memberikan pakaian bekas. “Khusus pakaian bekas i umumnya banyak dari warga keturunan yang menyalurkan bantuan. Jika ada warga yang membantu, kita dengan tangan terbuka menerimanya. Apalagi pakaian bekas sangat kita harapkan," ungkapnya. (*/fad)