RUU KUHAP dan Beberapa Problema Hukum
Dr Jumanah SH MH-foto: ist-
SUMATERAEKSPRES.ID - Dalam Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) masih menimbulkan sejumlah problema hukum, adapun problema tersebut antara lain meliputi ketidakjelasan standar pembuktian, pengaturan yang tidak seimbang antara peran advokat dan bantuan hukum, serta kurangnya pengawasan terhadap proses penyidikan dan penyelesaian perkara.
RUU KUHAP 2025 luput menjamin peradilan pidana akan berjalan akuntabel dalam merespons laporan tindak pidana dari masyarakat, aparat harus bisa mempertangungjawabkan laporan atau pengaduan korban tindak pidana dengan alasan yang jelas, seharusnya pelapor atau pengadu hanya bisa melaporkan keatasan penyidik atau pejabat pengemban fungsi pengawasan dalam penyidikan jika laporan atau pengaduan dari tindak pidana terjadi dan tidak ditindak lanjuti seperti termuat ada pasal 23 RUU KUHAP 2025.
Hanya sebatas laporan ke internal institusi penyidik yang diatur. Tidak ada jaminan apa tindak lanjut pasca pelaporan ke atasan penyidik tersebut.
RUU KUHAP 2025 belum secara memadai mengatur mekanisme pengawasan oleh pengadilan (judicial scrutiny) dan menyediakan forum komplain untuk pelanggaran prosedur penegakan hukum oleh aparat yang selama ini satu-satunya pengawasan yudisial atas tindakan penegakan hukum masih dengan model pra peradilan.[ Adam Ilyas & Dicky Eko Prasetio. “Problematika Peraturan Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya”. Jurnal Konstitusi. Volume 19 Nomor 4. Desember 2022. 794-818.]
Selanjutnya RUU KUHAP 2025 belum mengatur standar pengaturan upaya paksa yang objektif dan berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia, seperti tertuang pada pasal 89 RUU KUHAP tentang syarat penangkapan tidak menjelaskan penangkapan harus berdasarkan izin pengadilan “seharusnya izin penangkapan harus dari pengadilan, bisa tanpa izin hanya dapat keadaan tertangkap tangan”.[ Hutasuhut, R. R., & Fadlian, A. “Praperadilan Atas Penetapan Tersangka Diluar Ketentuan KUHAP”. Jurnal Ilmiah Living Law, Volume 13 Nomor 2, 2021. 91–99.]
BACA JUGA:Sidang Kasus Sabu Rp30 Ribu, JPU Tetap pada Tuntutan, Kuasa Hukum Kamaludin Minta Vonis Lebih Ringan
BACA JUGA:Astra Daihatsu Dukung UMKM Tangguh Lewat Edukasi Hukum dan Solusi Mobilitas di Jakarta
RUU KUHAP 2025 tidak berimbang dalam mengatur peran advokat dan perluasan bantuan hukum yang belum memadai. Dalam pasal 142 Ayat 3 huruf b RUU KUHAP menyatakan advokat bahkan dilarang memberikan pendapat diluar pengadilan terkait permasalahan kliennya, pasal ini jelas bertentangan dengan berbagai ketentuan yang menjamin status advokat sebagai penegak hukum yang bebas dan mandiri.
RUU KUHAP 2025 tidak menjamin akuntabilitas pelaksanaan kewenangan teknik investigasi khusus. Seharusnya, RUU KUHAP dapat mengatur batasan-batasan standar objektif mengenai persyaratan dapat dilakukannya, penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan.
RUU KUHAP 2025 masih belum menyelesaikan masalah-masalah standar pembuktian yang tidak jelas.
RUU KUHAP juga masih belum mengatur batasan pengaturan tentang sidang elektronik. RUU KUHAP yang ada saat ini belum sama sekali mengatur mengenai syarat, mekanisme dan akuntabilitas pelaksanaan sidang secara elektronik.
BACA JUGA:Warga Serahkan Senpira Secara Sukarela, Bukti Kesadaran Hukum Meningkat di Merapi Barat
BACA JUGA:KDRT dan Perlindungan Hukum terhadap Korban
RUU KUHAP 2025 memuat pengaturan penyelesaian perkara diluar persidangan dengan nama Restorative Justice yang sangat minim pengawasan, dalam pasal 78-83 RUU KUHAP masih keliru mengira Restorative Justice merupakan penghentian perkara diluar persidangan (diversi) padahal Restorative Justice dan diversi adalah dua hal yang berbeda.
