https://sumateraekspres.bacakoran.co/

LPJ Tidak Dilibatkan, Tanda Tangan Dipalsukan

Saksi Empat Mantan Bendahara Bawaslu OI

PALEMBANG – Empat mantan bendahara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Ogan Ilir (OI), Dewi, Yuli, Taufik, dan Teo, jadi saksi sidang kasus dugaan korupsi dana hibah Bawaslu OI Tahun Anggaran 2020. Keterangan mereka cukup mengejutkan hakim Pengadilan Tipikor Palembang.

Sebab sebagai bendahara, keterangan mereka beragam meski intinya banyak tidak dilibatkan sebagai fungsinya. Ada yang tidak pernah tanda tangan, ada yang bertugas mencairkan dana hibah saja. "Kami tidak pernah dilibatkan Yang Mulia, PPK yang menghendaki semua laporan dan penggunaan uang. Kaami hanya mencairkan," kata saksi bergantian, Kamis (13/4).

Keempatnya memberikan keterangan untuk ketiga terdakwa yang dihadirkan secara virtual.  Yakni terdakwa Aceng Sudrajad (Koordinator Sekretariat/PPK Bawaslu OI 2019-2020), Herman Fikri (Koordinator Sekretariat/PPK Bawaslu OI 2020-2021), dan Romi (PPNPN/Staf Operator Bidang Keuangan Bawaslu OI).

Lanjut saksi Dewi, dirinya sebagai bendahara hanya melakukan penarikan dana. Selanjutnya uang diserahkan kepada terdakwa Aceng. "Untuk penarikan uang, atas perintah Pak Aceng dan Pak Dermawan. Berupa NPHD yang sudah ditandatangani Pak Dermawan Iskandar selaku Ketua Bawaslu OI,” katanya. BACA JUGA : Judi dan Terlilit Utang, Gelapkan Mobil Teman

Kata terdakwa Aceng, sambung Dewi, uang tersebut kegiatan oprasional.  “Pencairan pertama  bulan Desember 2019, sebanyak Rp350 juta. Dijelaskan Pak Aceng bahwa uang itu untuk pembentukan panwascam, operasional dan mengganti uang Pak Aceng yang terpakai," tuturnya.

 Terkait laporan pertanggungjawaban (LPJ), Dewi, dirinya tidak pernah dilibatkan membuatnya. Karena yang membuat LPJ itu, disebutnya adalah PPK. Kemudian dalam LPJ yang dibuat PPK, tidak ada tanda tangan bendahara.  "Saya benar-benar tidak tahu isi laporan pertanggungjawaban yang dibuat Pak Aceng," pungkasnya.

Sementara saksi Taufik, bendahara pengganti Dewi, mengatakan dirinya diperbantukan sebagai bendahara di Bawaslu OI, berdasarkan SK dari KPA Bawaslu Sumsel Tahun 2020. "Tugas saya mencatat, menarik, melaporkan, dan membelanjakan dana hibah. Namun fungsi pencatatan laporan tidak berjalan, karena LPJ dibuat PPK, " imbuhnya.

Untuk pencairan yang pernah dilakukannya, selama 4 bulan berturut-turut. Pada Maret  2020, pencairan Rp400 jutaan atas permintaan PPK terdakwa Herman fikri. "Herman fikri melalui telepon, janjian di bank untuk penarikan uang. Katanya sudah izin Kepala KPA provinsi, berikut rinciannya dia bilang sudah siap saat saya tanyakan, " tukasnya.

Uang pencairan, semua dikuasai terdakwa Herman Fikri. Jadi begitu ada kegiatan dan kebutuhan oleh bendahara, uangnya baru minta kepada terdakwa Herman Fikri. "Untuk laporan pertanggungjawaban saya tidak dilibatkan. Semua yang ngatur PPK," tegasnya.

Selanjutnya April 2020, pencairan lagi Rp60 juta sesuai permintaan terdakwa Herman Fikri. Katanya, untuk bayar BPJS Ketenagakerjaan. "Saat pencairan selalu saya tanyakan soal SPJ, tapi Pak Herman selalu jawab PPK yang selesaikan," tuturnya.

Dia juga turut mencairkan dana hibah yang ketiga, Rp50 juta. Disebutkan untuk membayar SPPD. “Mekanisme sama, tidak ada LPJ. Yang keempat pencairan Rp100 juta untuk kegiatan dan operasional Pemilihan Bupati OI,” tandasnya.

Sementara saksi Teo, juga menjelaskan dirinya ditunjuk KPA Bawaslu Provinsi Sumsel, untuk mengambil alih bendahara di Bawaslu OI. "Saya ditugaskan untuk kejar tayang Pilkada OI. Uangnya sudah ada di BPKAD Rp11 miliar, namun tidak sempat dicairkan semua.  Saat itu yang saya kelola Rp1 miliar lebih, untuk kecamatan Rp400 juta," sebutnya.

Teo juga mengungkapkan, setiap uang yang dikeluarkan selalu ditanyakan terkait LPJ. Tapi dikatakan terdakwa Herman, semuanya aman. "Laporan itu saya pernah lihat di kejaksaan, di dalamnya ada nama saya. Tapi bukan saya yang tandatangan, saya tidak pernah merasa tanda tangan," ucapnya.

Dari dakwaan JPU Kejari OI, ketiga terdakwa diduga telah memperkaya diri sendiri atau korporasi yang menyebabkan kerugian keuangan negara Rp7 miliar lebih. Modusnya, ada beberapa kegiatan fiktif, dan sejumlah uang diserahkan kepada berbagai pihak yang sudah disebutkan para terdakwa dan saksi-saksi pada sidang sebelumnya.

Atas perbuatan para terdakwa, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (nsw/air)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan