6 Tahun Dibangun Telan Rp25 M, Altar Paling Mahal
*Di Balik Kemegahan Gereja Katedral St Maria Palembang
Usai diresmikan Gubernur Sumsel H Herman Deru bersama Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr Piero Pioppo, Gereja Katedral St Maria mulai banyak menerima kunjungan. Tak hanya dari Palembang, tapi juga Bengkulu, Lampung, hingga Jakarta.
Ibnu Holdun-Palembang
Gereja Katedral St Maria berlokasi tepat berada di jantung Kota Palembang. Di kawasan Kambang Iwak. Sebenarnya gereja lama peninggalan zaman Belanda. Kini berdiri dengan megahnya. Warna abu-abu klasik jadi ciri khas bangunan senilai Rp25 miliar ini.
Setelah renovasi enam tahun lamanya, kini jadi salah satu gereja kebanggaan umat Katolik di Palembang. Bahkan sudah tersiar secara nasional, sampai ke Vatikan. Salah seorang uskup pada Keuskupan Agung Palembang, Romo Petrus Sukino, Pastur Paroki Gereja Katedral St Maria menjelaskan, luas bangunan sekitar 1.000 meter persegi. Dengan panjang 50 meter dan lebar 20 meter. Mampu menampung 900 jemaat. Jika dipasang kursi tambahan bisa untuk 1.000 orang.
“Pembangunan Katedral ini makan waktu enam tahun karena perlu ketelitian yang sangat tinggi,” ujarnya. Seperti pengerjaan profil. Bahkan, untuk plafon saja sekitar tiga tahun.
“Lalu terjadi pandemi Covid-19. Mencari dana juga tidak mudah, sehingga berguyur lah,” seloroh Romo Petrus Sukino. Semua material gunakan produk dalam negeri. Termasuk pintu gereja yang begitu kokoh dan besar. Menggunakan bahan kayu dari bangunan gereja yang lama.
“Jadi, semua pintu gereja pakai kayu dari bangunan yang lama. Kayunya masih bagus, keras dan warnanya juga indah,” jelas dia. Sedangkan untuk plafon, didatangkan dari Jakarta.
“Tidak ada yang dari Vatikan. Untuk patung-patung dari Jogyakarta. Termasuk patung Bunda Maria,” beber dia. BACA JUGA : Uji 178 Sampel, Hanya 3 Rujak Mi Berformalin
Romo Petrus Sukino mengatakan, sejauh ini tidak ada dana yang mereka terima dari Vatikan. “Murni semuanya dari umum. Ada dari Katholik dan ada dari non Katholik termasuk jemaat gereja,” jelasnya. Lumayan banyak dukungan dana karena ini gereja induk Keuskupan Palembang, meliputi wilayah Jambi dan Bengkulu.
Selain dari jemaat, diterapkan pula sistem lelang. “Misalnya, salip siapa yang mau mendanai. Altar siapa yang mau mendanai, melalui jalan lelang. Termasuk tiang dalam gereja serta kursi juga. Itu lah salah satu cara menggalang dana. Semua bahu membahu,” tuturnya.
Alhasil, hampir semua barang yang ada di dalam gereja bantuan umat. Yang paling mahal adalah altar. “Kita dapat suntikan dana Rp1 miliar untuk altar. Wajar saja, karena altar merupakan sentral sebuah gereja,” jelas Romo Petrus Sukino. Untuk pekerjaan penghalusan profil, didatangkan tukang dari Jawa.
Ketua panitia pembangunan Gereja Katedral St Maria, Thomas Handy menjelaskan, arsitek gereja ini orang lokal, tidak gunakan dari luar negeri. Untuk konsep neogotik Katedral St Maria, penggunaan relief yang rumit diganti permainan molding.
Ada tiang motif ulir tali. Penyangga selasar berjumlah 10 tiang menandakan Keuskupan Agung kesepuluh di Indonesia. Pintu utama menggunakan kayu pintu bangunan lama. Tiga pintu mengarah pada makna Tri Tunggal Maha Kudus.
Untuk songket motif lepus merah, corak emas dan merah kain Palembang menyimbolkan kemakmuran dan keagungan. Sedangkan jembatan Ampera, selain merupakan ikon kota Palembang juga mengingatkan pada pontus atau jembatan. Penghubung Allah dengan umat.
Simbol bunga mawar serta rose windows pada relief eksterior menunjuk perlambangan Santa Perawan Maria. Juga terdapat pilar para rasul, ditandai dengan 12 pilar berpahatkan profil. Sedangkan Katedral dalam Bahasa Yunani artinya Tahta, dikaitkan dengan simbol utama hatinya uskup di tengah umat.
Ketua Wanita Budhis, Rusmiati, seorang pengunjung, mengatakan, Gereja Katedral St Maria ini jadi tempat wisata religi. “Kami hanya membantu mengenalkan gereja ini kepada para tamu dari Jakarta dan daerah lain yang datang ke Palembang. Luar biasa bagusnya, membuat para tamu terkesan,” tukasnya. (*)