https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Kelola Lahan Gambut lewat Permainan Interaktif

PERMAINAN: Inovasi permainan interaktif H2Ours bisa menjadi alat bantu edukasi menjaga lahan gambut-foto: ardila/sumeks-

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Pengelolaan lahan gambut yang salah, seperti konversi tutupan hutan menjadi lahan pertanian, pembangunan kanal tanpa perencanaan yang baik, hingga alih fungsi zona lindung menjadi budidaya telah memicu berbagai masalah serius. Selain mempercepat kerusakan gambut, masalah ini meningkatkan risiko kebakaran yang berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat. 

Untuk menghadapi tantangan ini, inovasi dalam pendekatan edukasi menjadi salah satu solusi penting melalui permainan interaktif H2Ours. Permainan ini diperkenalkan sebagai alat bantu edukasi dalam memahami pentingnya menjaga ekosistem gambut dan keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi lahan gambut serta kelestarian ekosistemnya.

"Permainan ini bagian dari inisiatif Land4Lives, yang tujuannya meningkatkan ketahanan iklim dan mendorong pengelolaan lahan berkelanjutan," kata Peneliti dari ICRAF Indonesia, Ni’matul Khasanah di Hotel Santika, Kamis (23/1).

Ia mengatakan, permainan  ini menjadi bagian dari upaya peningkatan kapasitas dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan ekosistem gambut yang berkelanjutan, yang dilakukan melalui program Land4Lives (#LahanuntukKehidupan) oleh ICRAF Indonesia.  "Permainan ini mirip dengan Monopoli tetapi dengan pendekatan yang lebih kompleks, menggabungkan aspek ekonomi, lingkungan, dan risiko bencana seperti banjir dan kebakaran," katanya.

BACA JUGA:Restorasi 600 Ribu Ha Lahan Gambut

BACA JUGA:Membangun Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan untuk Kurangi Emisi dan Cegah Kebakaran Hutan

Menurutnya, setiap pemain bertindak sebagai pengelola desa dalam satu Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG), terbagi menjadi zona lindung dan budidaya. Pemain harus mengambil keputusan terkait pengelolaan 25 petak lahan yang meliputi berbagai opsi penggunaan yakni hutan, sawit monokultur, karet monokultur, tanaman semusim, karet agroforestri, atau lahan bekas terbakar. Selain itu, pemain juga dapat memasang sekat kanal atau menyewa patroli kebakaran untuk mencegah bencana.  

Keunikan permainan ini adalah dampak keputusan setiap kelompok terhadap keseluruhan lanskap. "Meskipun ada pemenang dan pecundang dalam permainan ini, H2Ours sebenarnya mendorong pemain untuk melihat gambut sebagai lanskap utuh, di mana keputusan satu pihak memengaruhi pihak lain,” jelas dia.

H2Ours merupakan bagian dari kegiatan Land4Lives, sebuah program riset-aksi yang bertujuan memperkuat ketahanan pangan dan penghidupan masyarakat rentan, terutama perempuan dalam menghadapi perubahan iklim. Land4Lives didukung pemerintah Kanada dan dilaksanakan di bawah arahan Bappenas dan KLHK.  

Program ini bekerja di tiga level yakni desa (tapak), bentang alam (lanskap), dan provinsi. Di level desa, fokusnya meningkatkan ketahanan pangan dan penghidupan masyarakat. Di level lanskap, program mendorong pengelolaan lahan secara berkelanjutan melalui kolaborasi multipihak. Di level provinsi, Land4Lives mendukung perumusan kebijakan yang mempertimbangkan daya dukung lingkungan.  

BACA JUGA:Sumsel Terbitkan RPPEG 2024-2053, Fokus Tangani 5 Isu Krusial Ekosistem Gambut

BACA JUGA:Peat-IMPACTS: Membangun Masa Depan Berkelanjutan untuk Ekosistem Gambut Indonesia

Melalui pendekatan interaktif seperti H2Ours, Land4Lives berharap dapat membangun kesadaran bahwa keberlanjutan ekosistem gambut adalah kunci untuk melindungi lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Sumsel. “Sumsel merupakan salah satu provinsi dengan lahan gambut terluas di Indonesia, mencakup wilayah seperti Kabupaten Banyuasin, Musi Banyuasin, dan Ogan Komering Ilir. Namun, luas lahan gambut terus menyusut,” katanya. 

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan, pada 2017 terdapat 2,1 juta hektar lahan gambut di Sumsel, tetapi pada 2024 luasnya menurun menjadi 1,7 juta hektar. Penyebab utamanya adalah kebakaran, deforestasi, dan alih fungsi lahan.  Sementara selama periode Januari-September 2024, sekitar 1.855 hektar lahan gambut di Musi Banyuasin dan 387 hektar di Banyuasin terbakar. Kondisi ini menunjukkan perlunya pendekatan baru untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengelola lahan akan pentingnya menjaga gambut agar tetap berfungsi sebagai penyerap karbon, pengendali banjir, dan pelindung dari bencana.  

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan