https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Kepikunan Juga Sering Usia Muda, Beri Tekanan Emosional yang Berat

Dr M Ramadandie Odiesta SpN, dokter spesialis saraf di RSUD Gandus-foto: ist-

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Demensia atau kepikunan sering kali dianggap sebagai penyakit yang hanya menyerang orang berusia lanjut. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kasus demensia pada usia muda mulai banyak dilaporkan. 

Early-onset dementia atau demensia usia muda adalah kondisi dimana seseorang mengalami penurunan fungsi memori, kemampuan berpikir, dan perubahan perilaku sebelum mencapai usia 65 tahun. Fenomena ini menjadi perhatian serius di dunia medis karena berdampak signifikan pada kualitas hidup penderitanya.  

Dr M Ramadhandie Odiesta SpN, dokter spesialis saraf di RSUD Gandus mengatakan, meskipun lebih jarang dibandingkan demensia pada usia tua, kondisi ini memiliki dampak yang besar, baik secara individu maupun sosial. “Demensia pada usia muda memberikan tekanan emosional yang berat, tak hanya bagi penderitanya juga bagi keluarga. Sayangnya banyak orang yang tak menyadari gejalanya hingga penyakit sudah berkembang lebih jauh,” jelasnya.  

Salah satu laporan kasus yang cukup mengejutkan adalah seorang remaja berusia 19 tahun di Cina didiagnosis demensia. Hal ini membuktikan penyakit ini tak lagi terbatas pada kelompok usia tertentu. Beberapa gejala utama yang dialami penderita demensia usia muda meliputi penurunan fungsi memori, kesulitan pengambilan keputusan, disorientasi waktu dan tempat, hingga ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari. 

BACA JUGA:Meski Kecil, Ikan Ini Manfaatnya Luar Biasa. Untuk Kesehatan Mata, Cegah Kepikunan

BACA JUGA:PIkun Bisa Menyerang Sejak Usia 20 tahun, Simak Ini Cara untuk Mencegahnya

Gejala tersebut sering disalahartikan sebagai stres atau kelelahan biasa, sehingga banyak yang terlambat mendapatkan diagnosis. Ada beberapa penyebab yang meningkatkan risiko seseorang mengalami demensia di usia muda. Dr Ramadhandie menjelaskan  faktor genetik salah satu penyebab utama. "Jika seseorang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer, risiko mereka mengalami demensia dini meningkat," ujarnya. 

Selain itu, kata dia, stres kronis juga dapat memengaruhi kesehatan otak. Hormon kortisol yang dihasilkan akibat stres berkepanjangan dapat merusak sel-sel otak dan mempercepat proses penuaan. Ramadhandie memaparkan, faktor  lingkungan seperti paparan polusi dan bahan kimia berbahaya juga turut berkontribusi. Polusi dapat mempercepat kerusakan sel tubuh, termasuk sel otak. Selain itu, gaya hidup yang tidak sehat seperti kurang tidur, pola makan tidak seimbang, dan kurang olahraga, dapat memperburuk kondisi tersebut. 

"Kebiasaan seperti kurang tidur dan pola hidup sedentari memengaruhi kesehatan otak secara signifikan," tambah dr. Ramadhandie.  Penyakit tertentu seperti diabetes, hipertensi, dan gangguan hormon juga diketahui dapat mempercepat proses penuaan otak. Dr. Ramadhandie menjelaskan bahwa kondisi medis yang tidak terkontrol sering kali berujung pada kerusakan organ tubuh, termasuk otak. Selain itu, kurangnya stimulasi mental atau tantangan kognitif dalam kehidupan sehari-hari juga dapat mempercepat penurunan fungsi otak.  

Untuk mencegah demensia pada usia muda, dr Ramadhandie menekankan pentingnya menerapkan gaya hidup sehat. Ia menyarankan agar masyarakat mulai mengelola stres dengan baik melalui meditasi, olahraga, atau kegiatan relaksasi lainnya. Tidur yang cukup juga sangat penting untuk memperbaiki dan memulihkan fungsi otak. "Usahakan tidur setidaknya 7-9 jam setiap malam untuk menjaga kesehatan otak," ujarnya. 

 BACA JUGA: Simak! 5 Makanan Lezat yang Bisa Menjaga Kesehatan Otak dan Cegah Pikun di Usia Tua!

BACA JUGA:Cegah Pikun Diusia Muda, Ini yang Harus Dilakukan

Olahraga secara teratur juga menjadi kunci pencegahan. Aktivitas fisik membantu meningkatkan aliran darah ke otak, sekaligus mengurangi risiko penyakit kardiovaskular yang berkaitan dengan demensia. Selain itu, pola makan sehat yang kaya antioksidan, seperti buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan ikan berlemak, dapat melindungi otak dari kerusakan sel.  

Tak hanya itu, masih kata Ramadhandie, stimulasi otak melalui aktivitas seperti membaca, bermain teka-teki, atau mempelajari hal-hal baru juga sangat disarankan. Menurut dr. Ramadhandie, otak, seperti halnya otot, perlu dilatih agar tetap aktif. Aktivitas ini membantu memperkuat koneksi antar sel otak dan mencegah penurunan fungsi kognitif.  

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan