Cerita MN, Bertahan Hidup Lebih dari 20 Tahun Sejak Positif HIV

PALEMBANG  - Tak mudah menjadi orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Apalagi, ketika dia harus mengenang masa lalu, hingga akhirnya terinfeksi virus yang belum juga ada obatnya. Berusaha bertahan hidup, mendapat perlakuan tak menyenangkan karena penyakit ini dianggap “kutukan”.

Perjuangan hidup ini diceritakan MN (43). Warga Palembang ini sebenarnya enggan untuk mengungkit masa lalunya. Kisah kelam yang berujung penyesalan. Dia didiagnosa dokter menjadi salah seorang ODHA pada awal tahun 2000. Baca juga : Vonis Pemerkosaan di Lahat, Kajati Sumsel Tegaskan Kejari Lahat Untuk Tidak Banding

Seketika, kehidupannya berubah 180 derajat. Selama ini terkenal periang dan memiliki ruang pergaulan luas. Mendadak sendirian. Tak ada yang mau berteman lagi dengannya. “Teman saya dulu dari berbagai kalangan. Tapi inilah yang akhirnya merusak saya,” katanya. Baca juga : Tempat Karaoke Favorit di Palembang, Biaya Wanita Pendampingnya Segini.. Baca juga : Tiga Oknum Mahasiswa UIN Tersangka, PH Arya Minta Segera Ditahan

Akibat pergaulan bebas dan penggunaan narkoba, MN pun terjerumus pada aktifitas seks bebas. Gonta-ganti pasangan. Saat itu, usianya baru 23 tahun. “Begitu dokter bilang saya terindeksi HIV/AIDS, semuanya seketika berubah secara drastis,” kata MN.

Menceritakan ini, tampak matanya berkaca-kaca.  Dia berusaha jujur dengan semua temannya. Tapi, sejak saat itu pula, satu per satu memilih menjauh. MN pun terpukul. Dia merasa seperti hidup dalam dimensi lain.

Dia merasa semua orang membiarkan dirinya dalam kondisi terburuk sepanjang kehidupan. Terpuruk. Sampai kemudian terlintas dalam benak dan pikirannya untuk bunuh diri. Dengan cara memotong urat nadi. Baca juga : HIV pada Anak Baca juga : Pengobatan HIV Agar Tidak  Masuk Stadium AIDS

Saat mata pisau sudah di atas kulit tangannya, niat itu ia batalkan. “Saat itu terlintas wajah orang tua dan adik-adik saya. Saya tersadar dan akhirnya batal bunuh diri,” jelasnya. Dengan perasaan galau dan kondisi mental yang masih terguncang, MN lantas teringat kembali masa kecilnya dulu.

Dia sering pergi ke musala untuk salat berjemaah. Lalu mengaji bersama adik-adiknya di rumah. Semua itu perlahan membangkitkan semangat hidupnya. MN lantas memberanikan diri konsultasi dengan dokter terkait kondisi yang dihadapinya. Tepatnya setelah mendapat kabar kalau orang tuanya akan berkunjung untuk melihat kondisinya.

“Supaya orang tua saya tidak khawatir, saya putuskan untuk bisa konsultasi kesehatan ke dokter,” tuturnya. Uang tabungan yang dikumpulkan selama ini, digunakan untuk berobat. Yang ada dalam pikirannya kala itu, hanya mau sembuh. MN tidak ingin melihat orang tua dan keluarganya sedih.

Dia lalu mendapat penjelasan kalau sudah ada obat yang bisa membuat ketahanan imun tubuhnya terjaga meskipun sudah dinyatakan positif mengidap HIV/AIDS. Itu sedikit membuat MN lega. “Saya bersyukur, hingga kini kondisi fisiknya terjaga. Dengan rutin minium obat, kesehatannya baik,” ujarnya.

MN hingga ini masih penasaran karena belum tahu dari mana tertular virus HIV/AIDS.

Akibat seks bebas atau dari narkoba suntik. Tapi yang jelas, support keluarga sangat penting. Membuatnya terus kuat hingga saat ini.

“Untuk masyarakat yang punya keluarganya terinfeksi HIV/AIDS, terus dampingi dan semangati. Terus berobat. Beri motivasi dan kekuatan untuk mereka sembuh. Jangan biarkan mereka merasa sendiri,” tuturnya.

Penyakit HIV/AIDS perlahan kini tak lagi dipandang sebagai penyakit kutukan. Masyarakat mulai memahami. Fasilitas kesehatan  semakin banyak yang memiliki layanan deteksi dini/pemeriksaan HIV/AIDS.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan