Ketamin Jadi Agen Multimodal Nyeri Akut, Tantangan Utama Pascaoperasi
Dr dr Rizal Zainal SpAn-TI Dr dr Rizal Zainal SpAn-TI Subsp.MN(K) FIPM FISQua-foto: ist-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Dalam disertasi bertajuk “Efek Pemberian Ketamin terhadap Konsentrasi Kalsium Mitokondria pada Sel Neurondorsal Root Ganglia: Analisis Kemampuan Ketamin dalam menghambat Depolarisasi pada Sel Model Nyeri Akut”, Dr dr Rizal Zainal SpAn-TI Subsp.MN(K) FIPM FISQua mengungkap peran ketamin sebagai agen multimodal yang digunakan dalam manajemen nyeri akut.
“Nyeri akut merupakan keluhan umum yang sering ditemukan di berbagai tingkat layanan kesehatan, termasuk fasilitas primer dan lanjutan, serta menjadi salah satu tantangan utama pascaoperasi,” ungkapnya, kemarin.
Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, sering kali terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial. Dikatakan, pada 2014, laporan di Amerika Serikat menunjukkan 86 persen pasien mengalami nyeri pascaoperasi, dengan 75 persen di antaranya berada pada skala nyeri sedang hingga berat. Di Indonesia, nyeri pascaoperasi, terutama pada pasien operasi abdomen jadi keluhan paling umum, dengan 2-10 persen orang dewasa dilaporkan mengalami nyeri persisten.
“Ketamin merupakan salah satu agen multimodal yang digunakan dalam manajemen nyeri akut dengan mekanisme kerja sebagai antagonis reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) melalui hambatan nonkompetitif pada saluran reseptor yang terbuka,” terang Dr Rizal. Secara molekuler, ketamin diketahui menghambat transportasi Ca2+ intraseluler secara independen dari kerjanya pada kanal kalsium reseptor NMDA.
BACA JUGA:Efeknya Bahaya, BPOM Usulkan Ketamin Masuk Golongan Obat Psikotropika
BACA JUGA:Ridho Wijaya dan Regina Salsabilah Dinobatkan Kuyung Kupek Muba 2024, Ajang Duta Inspiratif
Ca2+ memiliki peran penting dalam berbagai fungsi neuron, termasuk pelepasan neurotransmiter, eksitabilitas saraf, plastisitas sinaptik, dan apoptosis. Ketamin menghambat aliran masuk ion Na+ dan Ca2+ melalui pengikatan pada reseptor glutamatergik dan voltage-dependent calcium channel (VDCC), yang dapat mengganggu homeostasis Ca2+ intraseluler dan fungsi mitokondria.
Meskipun terdapat penelitian yang menunjukkan efek ketamin pada mobilisasi kalsium sitosolik, studi mengenai pengaruhnya terhadap konsentrasi kalsium mitokondria dalam dosis subanestetik masih terbatas. “Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek pemberian ketamin dalam dosis subanestetik sebelum induksi nyeri terhadap konsentrasi kalsium mitokondria pada sel ganglion akar dorsal (dorsal root ganglion/DRG), yang berperan dalam penghantaran rangsang nyeri ke kornu dorsalis,” tegasnya.
Doktor yang dipromosikan oleh Prof Dr dr Irfannuddin SpKO MPd Ked dari Prodi Doktor Ilmu Sains Biomedis Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri) menyebut penelitian ini merupakan studi eksperimental in vitro dengan desain post-test only control group untuk mengevaluasi efek ketamin dosis subanestetik pada sel model nyeri akut.
Objek penelitian adalah sel F-11 yang telah berdiferensiasi menyerupai sel ganglion akar dorsal (DRG). Uji pendahuluan menunjukkan bahwa diferensiasi sel paling optimal terjadi pada hari ke-4, dan substansi P pada dosis 0,3–30 µM efektif menyebabkan depolarisasi sel neuron.
BACA JUGA:7 Rekomendasi Obat Alami Yang Ampuh Usir Batuk!
BACA JUGA:Ini Gejala Kalau Kamu Kurang Vitamin E Berikut Pengobatannya!
Induksi nyeri dilakukan menggunakan substansi P, sementara konsentrasi kalsium mitokondria diukur menggunakan mikroskop konfokal dengan pewarnaan Fluo4AM setelah pemberian ketamin prainduksi dalam dosis 100 ng/mL, 150 ng/mL, dan 200 ng/mL. Potensial membran sel dianalisis menggunakan patch clamp, dan potensial membran mitokondria dinilai menggunakan pewarnaan TMRM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketamin prainduksi mampu menghambat depolarisasi yang disebabkan oleh substansi P, namun tidak menyebabkan perubahan signifikan pada potensial membran mitokondria maupun konsentrasi kalsium mitokondria. “Dengan demikian, ketamin dosis subanestetik tidak memengaruhi aktivitas mitokondria, tetapi memiliki efek protektif terhadap depolarisasi membran sel akibat induksi nyeri,” pungkasnya.