Tim Medis Ruang Operasi Sangat Rentan
dr Mayang Indah Lestari SpAn-TI SubspTI(K), FOTO:IST--
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Luar biasa penelitian dr Mayang Indah Lestari SpAn-TI SubspTI(K). Disertasinya membahas hubungan antara kadar vitamin D dan kerusakan asam deoksiribonukleat berjudul “Analisis Terhadap Fokus γ-H2ax, Frekuensi Mikronukleus Limfosit dan Kadar 8-OH-DG” ternyata dilatari resiko bagi tim medis.
Diakuinya, tim medis yang bekerja di ruang operasi memiliki risiko lebih tinggi mengalami kerusakan asam deoksiribonukleat terkait rendahnya kadar vitamin D, karena paparan sinar matahari yang kurang dan tingginya paparan anestetik inhalasi.
BACA JUGA:Ini Dia Vitamin dan Mineral yang Bisa Menurunkan Tekanan Darah
BACA JUGA:Siapa saja yang Disarankan Konsumsi Suplemen Vitamin D? Cari Tau Jawabannya Di sini
"Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana hubungan antara kadar vitamin D 25[OH]D dengan kerusakan asam deoksiribonukleat yang ditinjau dari fokus γ-H2AX, frekuensi mikronukleus limfosit, dan kadar 8-OH-DG," jelas isteri dari dr Andrey Dwi Anandya, SpTHT-BKL
Dia melakukan penelitian ini selama 10 bulan.Uji potong lintang menyasar 47 subjek yang bekerja di ruang operasi.
Mereka yang berusia 25-50 tahun, bekerja di ruang operasi minimal 20 jam/minggu, bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent, diikutsertakan tetapi yang sedang kondisi hamil, memiliki kebiasaan merokok (minimal 11 batang/hari), minum alkohol (minimal 3 kali/minggu), pernah didiagnosis menderita penyakit keganasan, dan punya riwayat kemoterapi atau radioterapi tidak diikutsertakan.
"Subjek yang mengundurkan diri dikeluarkan dari penelitian. Nilai batas defisiensi vitamin D adalah 25 ng/ml,"urai ibu dua anak ini.
Dijelaskannya, pemeriksaan dengan kerusakan asam deoksiribonukleat dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Kedokteran Unsri.
Dia juga bekerja sama dengan Pusat Riset Teknologi Radiotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri.
Dari penelitian putri pasangan Drs H Syamsudin Abbas MA dan Rosnadiar DC SKM ini mendapatkan hasil 12 subjek defisiensi vitamin D (25,53 persen) dan 35 subjek tidak defisiensi vitamin D (74,47 persen).
"Nilai parameter kerusakan DNA yang diperiksa lebih tinggi pada kelompok defisiensi vitamin D dibanding yang tidak defisiensi, tetapi tidak bermakna," jelasnya.
Disebutkannya, terdapat kecenderungan kerusakan DNA lebih sedikit pada kelompok dengan kadar 25(OH)D yang tinggi. "Meskipun demikian, perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik," sambung dia.
Disertasi ini memiliki manfaat untuk kepentingan ilmiah dan masyarakat. Hasil penelitian ini memberikan pengayaan ilmu pengetahuan mengenai status vitamin D dan peluang intervensi pencegahan risiko penyakit akibat kerusakan DNA.