Kementerian PPPA Luncurkan 2 Logo Resmi Peringatan Hari Ibu Ke-96 Tahun 2024, Ini Arti dan Maknanya
--
Pada logo kedua, acara Peringatan Hari Ibu ke-96 tahun 2024, warna dasarnya merah merah dan putih, sebagai penggambaran semangat nasionalisme perempuan berdaya untuk Indonesia maju.
Bentuk bunga, merepresentasikan cara berpikir Perempuan Berdaya, cerdas intelektual (ilmu), cerdas emosional (ikhlas/tabah), dan cerdas spiritual (iman). Menebarkan pemikiran positif seperti bunga yang menebarkan aroma harum. Karakter perempuan, seperti bunga yang menjadi simbolis kelembutan dan keindahan.
Bentuk siluet dan wajah perempuan, merepresentasikan sikap dan tindakan Perempuan Berdaya. Yakni, tegas namun lembut penuh cinta. Menatap ke depan penuh percaya diri, tangguh, mampu menjalankan peran dalam berbagai aspek kehidupan secara seimbang dalam kesetaraan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPA) Pemprov Sumsel Fitriana SSos MSi, menyampaikan Peringatan Hari Ibu pada 22 Desember setiap tahunnya, diselenggarakan untuk mengenang dan menghargai perjuangan kaum perempuan Indonesia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam merebut dan mengisi kemerdekaan.
"Peringatan Hari Ibu juga dimaksudkan untuk mengenal dan merayakan kontribusi perempuan dalam setiap aspek kehidupan. Karena peran perempuan tidak hanya di ranah domestik, tetapi juga memiliki andil besar dalam pembangunan bangsa di segala bidang. Seperti pendidikan, ekonomi, politik dan lainnya," sampainya.
Sejalan dengan PHI ke-96 tahun 2024 ini bertema ‘Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya, Menuju Indonesia Emas 2045’. "Artinya kita menyapa sesama perempuan, bersinergi, saling bersilaturahmi, dan jangan ada pembiaran juga ketika ada kekerasan pada perempuan," tutur Fitriana.
Apalagi isu terkait kekerasan dan kesetaraan gender, masih menjadi perhatian bersamaan dengan PHI ke-96 tahun ini. Sebab inilah yang menjadi penting perempuan harus berdaya, baik di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial.
"Ketika Perempuan Berdaya, maka Insya Allah akan terbebas dari kekeraasan. Karena banyak kasus kekerasan yang terjadi, karena perempuan lemah secara ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya," ungkap Fitriana.
Menurutnya, ketika perempuan hanya bergantung pada seseorang yang akan menimbulkan kekerasan, maka ini akan berulang. "Ketika perempuan mandiri secara ekonomi, maka tidak akan takut ketika terjadi kekerasan untuk melapor ke pihak berwajib," tegasnya. (tin/air)