Akui Tak Gabung Parpol, Sidang Dugaan Pelanggaran Etik KPU Ogan Ilir
SIDANG: Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI saat menggelar Sidang Kode Etik Penyelenggara Pemilu di Gedung Bawaslu Sumsel, kemarin. -Dudun-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI menggelar Sidang Kode Etik Penyelenggara Pemilu di Gedung Bawaslu Sumsel, kemarin (11/12). Sidang ini menjadi sorotan publik karena melibatkan dugaan pelanggaran serius oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ogan Ilir.
Sidang dipimpin Ketua Majelis sekaligus Ketua DKPP, Heddy Lugito didampingi anggota majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Sumatera Selatan. Anggota majelis TPD ini terdiri dari unsur masyarakat Hendri Almawijaya, unsur Bawaslu Masduryati, dan KPU Nurul Mubarok. Dalam sidang ini, setidaknya 50 anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan satu anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) hadir sebagai saksi.
Sidang ini bermula dari laporan Amrillah, yang meng-ungkap dugaan pelanggaran kode etik terkait diloloskannya anggota partai politik (parpol) menjadi badan adhoc seperti PPS dan PPK. Kasus ini berawal dari pemberitaan yang menyebut adanya anggota parpol yang diloloskan.
BACA JUGA:Putusan DKPP, KPU Musi Rawas dan Baswalu Mura Terbukti Melanggar Kode Etik
BACA JUGA:DKPP Lakukan Pemanggilan
Temuan awal ini berkembang dengan adanya data dari Bawaslu Ogan Ilir yang mengungkap 51 orang terafiliasi dengan parpol, bahkan tercatat dalam Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU. “Setelah kami laporkan, ternyata Bawaslu juga menemukan lebih banyak orang yang terafiliasi dengan parpol. Mereka tercatat dalam aplikasi Silon KPU,” ungkap Amrillah.
Sidang ini menghadirkan beberapa saksi. Salah satunya, Hikmah Hayati. Dia mengaku terkejut saat mengetahui namanya tercatat di Sipol milik Partai Amanat Nasional (PAN). ‘’Saya merasa itu tidak benar. Saya tidak pernah masuk parpol, dan saya juga tidak tahu kenapa nama saya ada di sana,” katanya.
Hikmah mengaku telah mendatangi kantor PAN untuk mengklarifikasi dan mempertanyakan hal tersebut. “Saya masih kuliah dan baru akan wisuda. Jadi, sangat tidak masuk akal jika saya masuk parpol,” tambahnya.
Senada dikatakan saksi lainnya Reni, yang mengakui pernah menyerahkan KTP ke seseorang dengan iming-iming uang. ‘’Saya tak pernah bergabung dengan parpol. Di desa kami, memang sering ada orang yang meminta Kartu Keluarga (KK) dan KTP dengan berbagai alasan,” ungkapnya.
BACA JUGA:Laporkan ke DKPP, Gakkumdu Harus Turun, 65 Penyelenggara Mundur Preseden Buruk Bagi Pilkada Sumsel
BACA JUGA:DKPP Beri Sanksi Keras: Ketidakcermatan KPU Muba-Lahat Jadi Sorotan Proses Pemilu 2024
Proses penghapusan nama dari sistem parpol seperti Sipol ternyata tidak mudah. Saksi mengeluhkan kerumitan prosedur yang mengharuskan mereka mengajukan klarifikasi ke partai bersangkutan, menyerahkan dokumen ke KPU, dan menunggu setidaknya tiga hari untuk proses penghapusan.
Namun, tidak ada jaminan nama mereka benar-benar dihapus, sehingga sering kali mereka harus mengulang proses tersebut.
Komisioner KPU Ogan Ilir menjelaskan, proses penghapusan nama di Sipol sepenuhnya menjadi tanggung jawab admin parpol. “Setelah dihapus oleh admin parpol, butuh waktu tiga hari untuk nama tersebut benar-benar hilang dari sistem,” jelasnya.