Hoaks sebagai Alat Black Campaign, Melanggar Hukum dan Mencederai Prinsip Demokrasi yang Sehat
--
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Berbagai dinamika politik mulai mencuat, dalam kontek semakin mendekati pelaksanaan Pilkada Serentak 27 November 2024. Laporan mulai masuk ke Bawaslu. Terkait black campaign, negative campaign, hoaks, dan lainnya yang dilakukan melalui media sosial menyangkut Pilkada 2024. Kasus ini pun menjadi menjadi perhatian utama.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Ahmad Naafi SH MKn menekankan pihaknya memantau intensif potensi black campaign dan hoax di Sumsel jelang pelaksaan Pilkada. “Kami selalu mengingatkan pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap potensi informasi yang tidak benar atau sengaja dimanipulasi untuk tujuan tertentu,” tuturnya, kemarin.
Sebagai contoh, Bawaslu Sumsel menemukan satu kasus black campaign melibatkan sebuah video yang tersebar di platform media sosial TikTok. Hal ini berpotensi mendiskreditkan salah satu calon yang akan bertarung dalam Pilkada mendatang. Kendati, lanjut Naafi, kasus ini bukan laporan atau pengaduan masyarakat, melainkan temuan pengawasan internal Bawaslu.
Menurutnya, temuan itu tak hanya terbatas pada calon gubernur, juga menyasar calon bupati dan walikota. Namun, pihak Bawaslu masih terus melakukan penyelidikan untuk memastikan apakah ada pelanggaran hukum yang terjadi. “Kami menelusuri temuan tersebut untuk memastikan apakah ada pelanggaran yang memenuhi syarat formil dan materil,” tuturnya.
BACA JUGA:Bawaslu Empat Lawang Siap Tindak Pelanggaran Hukum Pilkada 2024 Lewat Penguatan Gakkumdu
Jika ditemukan adanya subjek yang jelas, seperti siapa yang menyebar informasi, serta bukti-bukti yang mendukung niat jahat atau tujuan mendiskreditkan itu, kasus ini bisa diregistrasi sebagai temuan. Ia menjelaskan pengolahan temuan melalui prosedur yang jelas.
Pertama ada bukti yang cukup tentang siapa pelaku yang melakukan tindakan tersebut, kemudian apakah tindakan itu memiliki tujuan mencemarkan nama baik atau menurunkan elektabilitas calon tertentu. Selain itu, peristiwa yang terjadi juga harus dapat dibuktikan, baik secara fisik maupun digital seperti video atau rekaman yang tersebar.
Menyoal informasi yang beredar mengenai black campaign calon Joncik Muhammad, Naafi menyebut hal itu masih tahap awal pemeriksaan. Hingga saat ini, Bawaslu Sumsel belum menerima laporan resmi terkait masalah ini. Namun, informasi itu akan menjadi bahan awal untuk ditelusuri lebih lanjut, guna mencari tahu siapa yang membuat dan menyebarkannya. Jika ditemukan bukti yang kuat, kasus ini dapat berkembang menjadi temuan yang kemudian dilaporkan dan diproses lebih lanjut.
Dalam rangka meminimalisir dampak buruk black campaign dan hoax, Bawaslu mengimbau masyarakat lebih berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi. Naafi berharap masyarakat selalu mengutamakan kebenaran dan tak mudah terprovokasi oleh konten-konten yang merugikan pihak lain.
BACA JUGA:Sumsel Kekurangan 39.015 Lembar Surat Suara Pilkada Serentak, Ketua KPU Sumsel Jamin Segera Dipenuhi
"Pemilu dan Pilkada adalah ajang kompetisi yang sehat. Kami mengajak masyarakat berpartisipasi dengan cara yang positif, teliti dan mengikuti aturan berlaku. Jika mendapatkan informasi yang meragukan, jangan mudah mempercayainya atau menyebarkannya tanpa verifikasi yang jelas," ujar Naafi.