https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Sinergitas Hari Santri Nasional dan Sumpah Pemuda

Dr H Syarif Husain SAg MSi, - Dosen/Widyaiswara BDK Palembang-

Terdapat momen bersejarah khususnya bagi umat Islam di Indonesia pada bulan Oktober, yakni momen peringatan Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober, dan Peringatan Hari Sumpah Pemuda yang diperingati tanggal 28 Oktober.

==================

SUMATERAEKSPRES.ID- PERINGATAN Hari Santri Nasional adalah peringatan untuk mengenang kembali bagaimana kiprah kaum santri mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagaimana dimaklumi bahwa para santri memiliki tugas mulia untuk senanttiasa membimbing masyarakat dalam beribadah kepada Allah Swt., serta menjadi penyeimbang dalam membangun tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BACA JUGA:PSSI Bantah Kenaikan Harga Tiket, Hadapi Jepang dan Arab Saudi

BACA JUGA:Ranking FIFA Timnas Indonesia Turun

Sedangkan sumpah pemuda adalah momen untuk mengingat kiprah pemuda dalam sumpahnya untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Dari kedua momen tersebut terdapat unsur kesamaannnya yakni pergerakan dan perjuangan para pemuda yang bersama-sama memiliki cita-cita untuk meraih kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan dengan kurun waktu yang berbeda, sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sedangkan Resolusi jihad santri tanggal 22 Oktober 1945.

Yang pertama, Hari Santri Nasional. Momen ini diperingati untuk mempelajari kembali sejarah bangsa Indonesia (napak tilas) terhadap jasa para ulama dan kaum santri dalam mempertahankan kemerdekaan. Kaum santri identik dengan kaum muda yang penuh semangat dalam berjuang membangun peradaban sejak dahulu kala.

Momen Hari Santri dan sumpah pemuda ini sangat identik dengan perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang dipelopori dan didominasi oleh kaum muda. Kita respek lagi ke belakang, napak tilas, bahwa sebegitu besarnya jasa para ulama dan santri untuk mempertahankan kemerdekaan, maka kita memandang penting untuk memperingatinya.

Di Tengah-tengah hiruk pikuknya perang merebut kemerdekaan dan perang mempertahankankan kemerdekaan, karena kaum penjajah merasa ketagihan untuk terus menguasai bumi pertiwi Indonesia, hingga mereka datang kembali dengan membonceng sekutunya, membuat para ulama dan santrinya bangkit untuk mempertahankan kemerdekaan. Peristiwa tersebut dimulai dan dikobarkan dengan resolusi jihad yang digelorakan oleh KH. Hasyim Asy’ari, sang pendiri Nahdlatul Ulama dan pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Pada saat itu beliau merasa gerah dengan datangnya kembali kaum penjajah ke Indonesia. Tepatnya di kota Surabaya, saat itu tanggal 22 Oktober 1945, beliau mengeluarkan fatwa dan sekaligus ajakan dengan mengeluarkan fatwa jihad fi sabilillah, agar umat Islam segera berjihad di jalan Allah untuk mempertahankan kemerdekaannya yang baru beberapa bulan diproklamasikan.

Walaupun zaman itu belum secanggih seperti abad modern sekarang ini, ajakan berjihad yang dilontarkan KH. Hasyim Asy’ari ini langsung menggaung, menggema dan menyebear di kota Surabaya dan sekitarnya. Resolusi jihad sebagai bentuk himbauan, ajakan dan perintah ini langsung disambut oleh para ulama dan kaum santri dan masyarakat untuk bersatu, berjuang, dan berkorban demi negeri ini.

Isi dari fatwa jihad fi sabilillah ini adalah sebagai berikut: Berperang, menolak dan melawan penjajah itu fardhu ‘ain yang harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam, Iaki-Iaki, perempuan, anak-anak, bersenjata maupun tidak. Bagi yang berada dalam jarak lingkaran 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi orang-orang yang berada di luar jarak lingkaran tadi, kewajiban itu jadi fardhu kifayah.

Kemudian yang kedua peristiwa sumpah pemuda yang terjadi 17 tahun sebelumnya, tepatnya tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda dari seluruh Nusantara bersatu membulatkan tekad dengan ikrar: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

Dari narasi teks tersebut tergambarkan, bahwa para pemuda saat itu juga merasa gerah dengan keberadaan kaum penjajah yang semakin eksis menindas bangsa Indonesia. Maka para pemuda memulai gerakan untuk mengusir kaum penjajah tersebut dengan berikrar untuk bersatu mengusir kaum penjajah.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan