Misteri Lubang Buaya Serta Jejak Sejarah Kelam G30S/PKI yang Tak Terlupakan
Lubang Buaya, saksi bisu tragedi G30S/PKI, tempat tujuh jenderal dibunuh dan dibuang ke sumur maut. Foto:Wikipedia/Sumateraekspres.id--
SUMATERAEKSPRES.ID - Lubang Buaya, sebuah kawasan di Cipayung, Jakarta Timur, telah menjadi saksi bisu salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah Indonesia, yakni Gerakan 30 September (G30S).
Pada tanggal 1 Oktober 1965, lokasi ini menjadi tempat eksekusi dan pembuangan tujuh perwira tinggi militer Indonesia yang diculik oleh anggota Gerakan 30 September, sebuah kelompok yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Museum Pengkhianatan PKI, mengenang sejarah kelam pengkhianatan dan perjuangan mempertahankan Pancasila. Foto:Wikipedia/Sumateraekspres.id
Awal Kudeta dan Peran Lubang Buaya Sejak Mei 1965, Presiden Soekarno mencetuskan gagasan untuk membentuk "angkatan kelima" yang terdiri dari buruh dan petani.
BACA JUGA:Sejarah Kelam Indonesia, Tujuh Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam G30S/PKI
BACA JUGA:30 September Bukan Tanggal Merah, Ini Alasan di Balik Peringatan Pemberontakan G30S/PKI
Gagasan ini menuai protes dari Komandan Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani. Namun, meski terjadi penolakan, pelatihan angkatan kelima tetap dimulai di kawasan Lubang Buaya, yang saat itu berada di bawah komando Mayor Sujono dari pertahanan darat Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.
Para pemuda yang berafiliasi dengan PKI, seperti Pemuda Rakyat, turut serta dalam pelatihan ini.
Peristiwa Tragis 1 Oktober 1965 Pada dini hari 1 Oktober 1965, para anggota Gerakan 30 September bergerak dari Lubang Buaya untuk menculik tujuh jenderal Angkatan Darat.
BACA JUGA:G30S PKI, Kudeta Berdarah yang Mengguncang Serta Mengubah Arah Sejarah Indonesia
Dalam aksi ini, tiga jenderal tewas di tempat, sementara empat lainnya diculik hidup-hidup. Ketujuh perwira tersebut kemudian dibunuh secara brutal, dan jasad mereka dibuang ke sebuah sumur tua di Lubang Buaya.
Penemuan Mayat dan Pengawasan Soeharto Empat hari setelah kejadian, mayat para jenderal ditemukan menggunakan peralatan khusus di bawah pengawasan langsung Soeharto.