Posko Orange Desak Pencopotan Kejari dan JPU Lubuklinggau
Bawa reflika katil mayit dan tikus got, komunitas Posko Orange kota Lubuklinggau, minta copot JPU Hasbi dan Kejari kota Lubuklinggau Anita .Mereka gelar aksi di depan kantor Kejari Lubuklinggau dan menuding matinya keadilan akibat jual beli pasal.--
SUMATERAEKSPRES.ID – Komunitas Posko Orange di Kota Lubuklinggau melakukan aksi demonstrasi pada Rabu, 14 Agustus 2024, menuntut pencopotan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hasbi dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuklinggau, Anita.
Aksi ini digelar di depan kantor Kejari setempat dengan membawa replika katil mayit dan tikus got sebagai simbol protes.
Dalam aksi tersebut, Posko Orange menyampaikan tuduhan bahwa sistem keadilan di Lubuklinggau mengalami kemunduran akibat praktik jual beli pasal.
Mereka mengkritik keputusan JPU Hasbi yang menuntut ketiga anggota mereka—Eko, Arjun, dan Novriadi—dengan pasal 112 KUHP ayat 1 tentang narkotika, yang mengancam hukuman 7,3 tahun penjara.
Menurut Posko Orange, ketiga tersangka tersebut seharusnya dianggap sebagai korban penyalahgunaan narkotika, bukan pelaku bandar narkoba. Koordinator Posko Orange, Arira Fitria, menjelaskan bahwa tuntutan ini dinilai tidak adil.
BACA JUGA:Belanja Negara Terus Berjalan Sesuai Rencana di 2024
“Aksi ini bertujuan untuk menunjukkan kepada Kejaksaan Negeri Lubuklinggau dan semua pihak terkait bahwa kami akan melawan ketidakadilan yang diterima masyarakat kecil,” ujarnya.
Arira menegaskan bahwa kasus ini seharusnya mengacu pada pasal 127 KUHP, yang berkaitan dengan pengguna narkotika, karena ketiga terdakwa hanya memiliki kurang dari 1 gram barang bukti.
“Kami menuntut tiga hal: pertama, copot JPU Hasbi; kedua, copot Anita sebagai Kejari Lubuklinggau; dan ketiga, hentikan praktik jual beli pasal dalam sistem peradilan,” tambahnya.
Menanggapi aksi tersebut, Kasi Intel Kejari Lubuklinggau, Wenharnol, menyatakan bahwa kasus ini sudah memasuki tahap persidangan dan tuntutan pidana. “Sidang berikutnya akan memasuki tahap pledoi.
Jika terdakwa memiliki keberatan, mereka bisa mengajukannya di situ dengan data yang mereka miliki,” kata Wenharnol.
Wenharnol menjelaskan bahwa pasal 112 KUHP dikenakan karena barang bukti narkotika ditemukan pada ketiga terdakwa saat mereka dalam perjalanan setelah membeli narkotika secara patungan.
“Kasus ini sudah melalui tahap penyidikan, kejaksaan, dan kini di pengadilan. Tidak ada kemungkinan penghentian kasus, tetapi pembelaan masih bisa dilakukan di tahap pledoi,” tambahnya.