Penetapan Dana Hibah Tanpa Survei TAPD

PALEMBANG – Kasus dugaan korupsi dana hibah pada Bawaslu Ogan Ilir (OI) Tahun 2020, masuk tahap persidangan. Sidang dakwaan terhadap ketiga terdakwa, digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang Kelas IA Khusus, Kamis (2/3).

Ketiga terdakwa Aceng Sudrajad, Herman Fikri, Romi, dihadirkan secara virtual dari Rutan Kelas I Palembang, saat JPU Kejari OI membacakan dakwaannya. Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Masrianti SH MH.

Diketahui, saat dugaan korupsi itu berlangsung Aceng Sudrajad merupakan Koordinator Sekretariat (Korsek) /PPK Bawaslu OI Tahun 2019-2020, Herman Fikri selaku Korsek/PPK Bawaslu OI Tahun 2022-2021, dan Romi selaku PPNPN/ Staf Operator Bidang Keuangan Bawaslu OI.

Dalam dakwaannya, JPU Kejari OI yang langsung dipimpin Kajari OI Nursurya SH MH,  menilai perbuatan para terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau korporasi yang menyebabkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.

"Akibat perbuatan para terdakwa, kerugian negara mencapai  Rp 7 miliar lebih, " Kata Nursurya SH MH, yang didampingi Kasi Pidsus Julindra Purnama Jaya SH saat membacakan dakwaan.

Disebutkan, Bawaslu OI mengajukan anggaran ke Bupati OI saat itu sebesar Rp41 miliar. "Untuk teknis untuk pengajuan anggaran diajukan kepada Asisten I, diteruskan kepada Kesbangpol, lalu ke Bupati Ogan Ilir saat itu," urai JPU.

Menindaklanjuti pengajuan anggaran tersebut, sambung JPU, saksi Ilyas Panji Alam selaku Bupati OI saat itu melakukan rapat bersama Kesbangpol dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

"Dalam rapat tersebut Bupati OI saat itu meminta agar dilakukan survei ke kabupaten lainnya sebagai tolak ukur pemberian dana hibah yang diajukan Bawaslu OI. Akan tetapi survei tersebut tidak sama sekali dilakukan oleh TAPD," ungkap JPU.

Kemudian akhirnya disepakati anggaran dana hibah Bawaslu OI untuk Pilkada OI Tahun 2020 itu, sebesar Rp19,3 miliar oleh TPAD. Namun hanya disetujui Rp15,3 miliar oleh DPRD OI. "Selanjutnya anggaran Rp15,3 miliar tersebut dilakukan penandatangan NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah). Ditandatangani Ilyas Panji Alam selaku Bupati OI, dan Dermawan Iskandar selaku Ketua Bawaslu OI,” jelasnya.

  Namun dalam pemanfaatan dana hibah tersebut, lanjut JPU, ditemukan indikasi dugaan korupsi yang tidak sesuai peruntukannya. Serta kegiatan fiktif dan mark up oleh ketiga terdakwa. Seperti biaya sewa hotel kegiatan Bawalu OI, biaya transportasi, honor narasumber, ATK, transport untuk para peserta sosialisasi, serta spanduk.

Ada juga untuk jasa konsultan, kegiatan advokasi, biaya operasional Panwascam hingga perjalan dinas, disebut JPU juga ada anggaran yang digunakan tidak sesuai peruntukannya. “Sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp7, 4 miliar," tegas JPU.

Atas perbuatannya, ketiga terdakwa diancam dengan Primer Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP. "Subsider Pasal 3 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP,” ucapnya.

Setelah mendengarkan dakwaan yang dibacakan JPU, penasihat hukum terdakwa Aceng Sudrajad dan Herman Fikri yang hadir di persidangan tidak mengajukan eksepsi. Sedangkan penasihat hukum terdakwa Romi mengajukan eksepsi. "Sidang dilanjutkan pekan depan, Kamis (9/3). Dengan agenda eksepsi dari penasihat hukum terdakwa Romi," kata Hakim menutup sidang.

Usai persidangan, Kajari OI, Nursurya SH MH, mengatakan jika nama-nama yang disebutkan dalam surat dakwaan tadi, akan dipanggil. "Nanti akan kami hadirkan dalam persidangan sebagai saksi, " singkatnya. (nsw/air)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan