https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Hikmah Pergantian Tahun Baru Hijriyah

Dr H Syarif Husain SAg MSi Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Palembang-FOTO : IST-

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Hari ini, Ahad 7 Juli 2024 adalah bertepatan dengan hari pertama bulan Muharram sekaligus menjadi awal Tahun Baru 1446 H.  

Pada masa penyampaian risalah Allah periode Makkah, Rasulullah Saw., mengalami masa-masa sulit dan tantangan berat luar biasa.

Pada awal beliau menyampaikan risalah Allah, kaum kafir Quraisy begitu gencar menghalau dan menyerang dakwah Rasulullah Saw.

Mereka dengan terang-terangan menolak dakwah Rasulullah dan menistakan agama samawi (agama tauhid berdasarkan wahyu Tuhan) yang dibawa oleh Rasulullah Saw.

Mereka lebih senang beribadah dan bergumul dengan berhala-berhala buatan mereka sendiri sebagai tempat curahan hati dan pengaduan nasib.

Mereka menolak keras ajaran tauhid yang di bawa oleh Rasulullah Saw.

Pada situasi dan kondisi demikian Rasulullah Saw., berkeinginan untuk hijrah, namun saat itu Beliau masih menunggu perintah kapan saat yang tepat untuk meninggalkan kota Makkah tempat kelahirannya itu.

Beliau ingin pergi bukan berarti tidak senang dengan kota Makkah, ia sangat mencintai Makkah karena Makkah adalah kota kelahirannya, kota tempat tercurahnya kasih sayang beliau dengan ibundanya beserta kakeknya Abdul Muthalib dan pamannya Abu Thalib.

Makkah adalah kota tempat curahan kasih sayang beliau kepada keluarganya.

Ia menginginkan hijrah ke Madinah hanya karena harapan ingin lepas dari penindasan dan kezaliman kaum Quraisy kepadanya dan kepada orang-orang yang sudah memeluk Islam.

Ia ingin mencari tempat yang lebih kondusif untuk penyiaran agama Islam. Tentu hanya kota Madinah yang ia tambatkan harapan dan cita-citanya untuk menyebarkan risalah Allah di muka bumi ini.

Pada saat perintah hijrah itu turun maka Rasulullah Saw. bergegas mempersiapkan segalanya untuk hijrah ke Madinah Al-Munawarah.

Lalu, sejak hijrah inilah umat Islam menemui titik terang kegembiraan untuk melaksanakan ibadah lebih tenang, dan sejak itu pula pertumbuhan Islam semakin hari semakin berkembang dan suasana Islami di kota Madinah semakin tercipta.

Kenikmatan melaksanakan ibadah semakin terlihat pada pribadi-pribadi muslim yang merasuki relung-relung jiwa yang ditaburi pupuk keimanan yang mendalam.

Selama periode Makkah mereka tidak merasakan ketenangan beribadah. Selama di Makkah mereka diintimidasi, dikucilkan dari kehidupan sosial kemasyarakatan bahkan pembunuhan.

Kini mereka hidup di Madinah dengan damai aman dan bahagia.

Kebangkitan Islam di Madinah bukan hanya dilihat dari semakin banyaknya yang memeluk Islam, akan tetapi dapat dilihat dari keberhasilan penguasaan wilayah dan penaklukan Makkah yang dilakukan tanpa pertumpahan darah.

Sesampainya di Madinah, Rasulullah Saw., melanjutkan dakwah, dengan penuh optimis, keteguhan, ketabahan dan kesabaran.

Inilah teladan yang harus diamalkan oleh kaum muslimin bahwa di balik setiap kesulitan pasti Allah menganugerahkan kemudahan dan kemenangan selama tidak ada kata menyerah.

Rasulullah Saw., berdakwah menyampaikan risalah Islam tidak melalui peperangan, akan tetapi dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. Pada saat pertama kali berdakwah menyampaikan kalimat:

    أَيُّهَا النَّاسُ قُوْلُوْا لَا إلهَ إَلَّا اللهُ تُفْلِحُوْا
 
Wahai umat manusia, katakanlah bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, niscaya kalian akan beruntung. (HR. Imam Ahmad)

Ucapan Rasulullah Saw., tersebut terdapat dalam hadits riwayat Imam Ahmad.

Bahkan beliau juga menyampaikan kalimat agar manusia berlaku adil, berbuat baik kepada orang tua, berakhlak mulia kepada sesama, dan mencegah dari perbuatan munkar.

Diantara orang Makkah yang tertarik terhadap ajaran Rasulullah ini adalah Abu Bakar Shiddiq, Umar Bin Khattab, Usman Bin Affan, Ali Bin Abi Thalib serta Bilal Bin Rabbah.

Namun, sebagian besar penduduk Makkah saat itu menolak ajaran Nabi. Bahkan mereka mengadakan perlawanan secara prontal dengan cara menghina, mengolok-olok, menyakiti bahkan membunuh.

Dengan serangan yang terus menerus inilah sebagian kaum muslimin, kurang lebih 70 orang termasuk di dalamnya Usman bin Affan dan Ja’far bin Abi Thalib berangkat berhijrah ke Habasyah, untuk meminta suaka kepada raja Habasyah yang terkenal bijak pada saat itu.

Saat Rasulullah Saw., belum berangkat hijrah, di Madinah sudah ada pemeluk-pemeluk Islam terutama yang ikut berbai’at Aqabah ke-1 dan bai’at Aqabah ke-2.

Maka untuk memberikan pelajaran tentang Islam, Rasulullah mengutus Mus’ab bin Umair dan Abdullah bin Abi Maktum untuk pergi ke Madinah mengajarkan al-Qur’an dan menyebarkan ajaran Islam.

Dakwah ini membuahkan hasil karena pemeluk Islam di Madinah semakin banyak.

Tidak berselang lama, perintah hijrah turun dari langit. Rasulullah Saw., berangkat dengan ditemani oleh sahabat terdekatnya Abu Bakar Shiddiq Ra.

Berat sekali hati Rasulullah dan sahabatnya ini untuk hijrah ke Madinah meninggalkan tanah kelahirannya, namun perintah Allah untuk hijrah lebih harus diutamakan.

Hijrahnya Rasulullah Saw., ini bukanlah suatu keputusasaan, akan tetapi bentuk dari sebuah ketakwaan yang luar biasa dan semata-mata dilakukan dengan ikhlas serta berharap ridha Allah semata.

Dengan hijrahnya Rasulullah dan para sahabatnya ini, dapat memacu semangat baru untuk terus berdakwah melawan kekufuran dan kezaliman, kemusyrikan, sehingga Islam menemui kejayaan dan kemenangan.

Kemenangan adalah janji Allah Swt., kepada orang-orang yang istiqamah dalam perjuangan, sebagaimana ditegaskan al-Qur’an dalam surat Ghafir ayat ke-51:

إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
﴿سورة غافر: ٥١﴾

Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat.  


Berhijrah secara fisik tidak ada lagi, setelah pintu kemenangan Makkah telah dibuka, perhatikan sabda Nabi Saw., dalam riwayat Imam Bukhari sebagai berikut:

لَاهِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا ﴿رواه البخارى

Tidak ada lagi hijrah setelah kemenangan (Makkah) akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat. Maka jika kalian diperintahkan berangkat berjihad, berangkatlah.

Hijrah yang masih ada, bahkan tetapakan ada sepanjang masa sampai seseorang meninggal dunia, adalah hijrah ruhani, hijrah menuju perubahan dan perbaikan akhlak, hijrah kepada kemaslahatan, hijrah kepada keimanan dan ketakwaan.

Inilah hakikat hijrah. Kita tidak boleh stagnan atau tetap tidak ada perubahan.

Kita harus dinamis jangan statis, kita harus bergerak dan terus bergerak, karena itu adalah tanda kehidupan menuju perubahan kebaikan.

Hari-hari penuh intrik, hiruk pikuk politik dalam relaita kehidupan baru saja kita lalui, dan mulai hari ini kedepan, marilah kita bergerak maju, berbuat dan berkarya dengan semangat Tahun Baru Hijriyah 1446.

Bergerak menuju perbaikan politik, sosial, ekonomi, serta memberikan rasa nyaman kepada masyarakat dalam berinteraksi social, bahkan rasa nyaman dalam melaksanakan ibadah kepada Sang Khaliq.

Ingatlah Allah Swt. berpesan kepada kita semua:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ ﴿سورة الرعد: ١١﴾

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’du: 11)

Ayat tersebut jelas merupakan sebuah petunjuk, bahwa suatu perubahan harus dimulai dari diri kita sendiri. Tentunya perubahan yang dimaksud adalah perubahan menuju arah kebaikan.

Semoga kita mampu untuk selalu berhijrah menuju perbaikan di segala bidang dan di setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Langkah dan usaha menuju perbaikan ini mesti kita lakukan meskipun harus bersusah payah dalam kesulitan dan kesukaran.

Hijrah bukan hanya butuh proses tetapi juga progres, berhijrahlah dengan progres kebaikan dan manfaat, menuju masa depan gemilang penuh harapan.

Hari ini lebih baik dari hari kemarin, hari esok lebih baik dari hari ini, inilah kriteria manusia-manusia beruntung. Bergerak ke depan menuju arah perbaikan.

Selamat Tahun Baru Hijriyah 1446.(*)

Oleh: Dr. H. Syarif Husain, S.Ag. M.Si.
widyaiswara balai diklat keagamaan Palembang

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan