Lepas Putra Putri Prajapati Setra Gandawangi, Ketua PHDI: Selasa Kita Upacara Ngaben
UPACARA NGABEN: Persiapan menuju Upacara Ngaben Massal dan Melepas Putra Putri Prajapati Setra Gandawangi pertama kalinya di Palembang di Pure Setra Gandawangi, Talang Jambe, kemarin (3/6). Ritual berlangsung 1-8 Juni 2024 dan puncak Ngaben pada 4 Juni- Foto : EVAN ZUMARLI/SUMEKS-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Umat Hindu Darma Indonesia silaturahmi dengan unsur Forkopimda dalam acara Ngaben. Kegiatan itu terkait erat dengan pelepasan Putra Putri Prajapati Setra Gandawangi Palembang. Hadir Kepala Kesbangpol Linmas, Al Fajri Zabidi beserta jajaran dan masyarakat Hindu Darma di Setra Gandawangi Talang Jambe Palembang.
Ketua Persatuan Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Sumatera Selatan, Dr IGB Surya Negara CA menjelaskan pihaknya melakukan melaspas pelinggih Pura Prajapati dan mensucikan bangunan pendukung di areal pemakaman Setra Ganda Wangi. Berupa upacara Dewa Yadnya dengan cara menanamkan (mependem) lima unsur logam.
“Kelima unsur logam itu (panca datu) yaitu emas, perak, perunggu, besi, dan permata,” ujarnya di sela acara. Tujuannya memberikan kekuatan dan kesucian kepada pelinggih berikut bangunan pendukung seperti krematorium, rumah duka, balai pertemuan, agar selalu memancarkan aura/energi positif guna menciptakan suasana kondusif, harmonis, dan damai bagi segenap umat.
Upacara Dewa Yadnya dipimpin Manggala Upacara, seorang Sulinggih yang bernama Ida Pedanda Anom Putra Singarsa Manuaba dari Griya Mambal Tegal Besar OKU Timur sekaligus sebagai Dharma Upapati PHDI Provinsi Sumsel. “Ngaben atau pelebon adalah upacara pembakaran jenazah atau yang disimbolkan jenazah (upacara Pitra Yadnya). Upacara ini mensucikan roh orang yang telah meninggal yang disebut Palatra. Setelah disucikan melalui upacara ngaben disebut Pitara,” terangnya.
BACA JUGA:Hindu Palembang Gelar Ngaben Massal untuk Pertama Kalinya
BACA JUGA:Menyambut Hari Suci: Begini Cara Warga Hindu Nibung Rayakan Nyepi!
Upacara ngaben saat ini yang pertama dan perdana di Kota Palembang, dilaksanakan secara massal menggunakan metodologi atau jenis upacara Astiwadana (ngaben tanpa jenazah) yang rangkaian kegiatannya secara garis besar berupa Ngedetin yaitu memanggil/menarik arwah dari sumber air (danau, sungai atau laut).
Selain itu, Nyiramin atau memandikan jenazah atau simbol jenazah, dan Megeseng (membakar) jenazah atau simbol jenazah. Dilanjutkan upacara Ngerorasin untuk meningkatkan kesucian arwah yang telah diaben, diakhiri Ngelinggihang (mendudukan) sang Pitara sebagai Dewa Hyang pada Pelinggih Rong Tiga (bangunan suci yang memiliki tiga ruang).
Surya menjelaskan ngaben massal termasuk upacara ngelungah, ngelangkir, dan ngerapuh adalah upacara ikutan dari upacara melaspas pelinggih Pura Prajapati sekaligus mengikutsertakan/membantu umat yang kurang berkecukupan di pelosok daerah di Sumsel hingga mencapai jumlah peserta sebanyak 55 simbol jenazah.
Untuk upacara Manusa Yadnya merupakan upacara ikutan berupa Mepandes/Metatah (potong gigi), Pewintenan, dan Mepetik Rambut. Ketiga upacara ini pada hakekatnya sebagai upaya meningkatkan kesucian diri menuju kehidupan bahagia, harmonis, damai, dan penuh kasih sayang. Khusus upacara potong gigi dipimpin para Sangging (orang yang mempunyai kualifikasi keterampilan, kesucian dan legalitas secara spiritual).
Adapun Mepandes atau Metatah adalah upacara yang disimbolkan untuk mengurangi dan kalau mungkin menghilangkan Sadripu (enam musuh dalam diri manusia). Yaitu kama (nafsu), loba (tamak), kroda (marah), moha (bingung), mada (mabuk), dan matsarya (dengki).
BACA JUGA:Kunjungi Dharma Santi Nyepi: Pesan Pj Bupati untuk Umat Hindu di Desa Panai Makmur
BACA JUGA:Yuk Kepoin Candi Bumi Ayu, Saksi Sejarah Peninggalan Hindu di Pesisir Sungai Lematang PALI
Enam musuh tersebut disimbolkan dengan enam gigi yang dipotong/dikikir sedikit yang bermakna untuk menjauhi, mengurangi, mengendalikan diri bahkan menghapus pengaruh jelek dari enam jenis Sadripu tersebut. “Jadi sesungguhnya momentum acara saat ini adalah implementasi Panca Yadnya (lima upacara suci), termasuk melaksanakan Buta Yadnya yaitu upacara suci untuk buta kala (mecaru), dan juga Rsi Yadnya berupa penghormatan kepada sulinggih/pedanda,” kata dia.