Tetap Ada Kamar VIP-VVIP, RS Mulai Siapkan KRIS
--
BACA JUGA:Tetap Buka Layanan JKN Selama Libur Lebaran, BPJS Kesehatan Terapkan Prinsip Portabilitas
BACA JUGA: Benarkah BPJS Hanya Untuk Masyarakat Perkotaan?
Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) dr Iing Ichsan Hanafi menyebut jika penerapan KRIS sudah digaungkan sejak 2022. Dalam penyusunan aturan ini, ARSSI memang dilibatkan. Lalu organisasi ini minta agar penerapan ditunda karena saat itu masih pandemi Covid-19.
“Sebenarnya syarat KRIS itu sudah digunakan saat kredensialing (asessment) yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan,” kata dia. Rumah sakit sudah mulai berbenah juga, misalnya menyesuaikan jumlah tempat tidur dan ruang perawatan.
Dalam penerapan, rumah sakit harus mengeluarkan dana investasi yang besar. Menurut dr Ichsan, jika rumah sakit milik pemerintah seperti RSUD akan dibiayai perbaikannya oleh pemeritah. Sementara rumah sakit swasta harus mencari dana sendiri. Dia berharap agar ada bantuan dari pemerintah.
Ada berbagai cara untuk membantu, menurut Ichsan. ”Salah satunya adalah dengan adanya insentif atau meringankan pajak,” ungkapnya. Dengan adanya insentif itu diharapkan iklim usaha tetap jalan.
Juru Bicara (Jubir) Kementerian Kesehatan, dr M Syahril mengungkapkan, tahun ini targetnya ada 2.432 rumah sakit yang telah memenuhi standar KRIS. “Sampai 30 April 2024 sudah 1.053 rumah sakit,” bebernya.
Menurut dia, tujuan pemberlakuan KRIS untuk menjamin peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mendapat perlakuan yang baik. KRIS telah mengatur sarana prasarana ruang rawat inap terstandar. “Masih banyak rumah sakit yang menerapkan kelas 3-nya dengan 5-8 orang. Dengan KRIS, satu kamar rawat inap maksimal hanya 4 bed,” jelas dia.
Diakuinya, memang harus ada biaya yang dikeluarkan rumah sakit. “Tapi ini konsekuensi bisnis,” cetusnya. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut jika Perpres 59/2024 bukan untuk menghapus kelas rawat inap yang selama ini ada.
KRIS juga untuk menyederhanakan standar dan meningkatkan kualitas ruang rawat inap. “Nanti Permenkesnya sebentar lagi keluar setelah Presiden tanda tangan,” ujarnya.
Lalu dengan adanya syarat KRIS ini apakah lantas akan ada peleburan kelas perawatan pasien BPJS Kesehatan dan penyesuaian iuran? Kepala Pusat Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan Kemenkes, Irsan Moeis menjelaskan jika Perpres 59/2024 ini tidak ada amanat penyesuaian tarif.
“Amanatnya adalah diberlakukan masa transisi sampai 30 Juni 2025,” ungkapnya. Tapi dalam Pasal 103 B ayat (8) disebutkan bahwa penetapan manfaat, tarif, dan iuran BPJS Kesehatan akan ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025.
Dalam Perpres ini, ada amanat kepada Kemenkes, BPJS Kesheatan, DJSN, dan Kementerian Keuangan untuk melakukan evaluasi. Dari evaluasi ini akan dilihat penetapan tarif, manfaat, dan iurannya.
Ketua DJSN Agus Suprapto menyatakan untuk perhitungan iuran peserta BPJS Kesehatan akan terus dievaluasi. “Kita harus hitung aktuaria. Tergantung kebijakan presiden baru,” tukasnya.(nni/tin/way/bis/*/)