Meraih Kesuksesan di Penghujung Ramadan

Dr H Salni Pajar MHI (Ketua ISNU Kabupaten Banyuasin)-Foto: Ist-

Mereka secara bersama-sama menjadikan hukum-hukum Allah, yakni syariah Islam, untuk mengatur kehidupan mereka. Dalam pandangan Islam, penerapan syariah secara formal dan menyeluruh jelas memerlukan institusi negara. Negara lah pihak yang menerapkan syariah secara formal dan menyeluruh di bawah pimpinan seorang imam atau khalifah yang dibaiat oleh umat. Keberadaan imam/khalifah yang dibaiat oleh umat ini merupakan perkara wajib berdasarkan sabda. Rasul saw. "Siapa saja yang mati, sementara di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah/Imam), maka matinya adalah mati jahiliah" (HR Muslim).

Oleh karena itu ada 3 hal yang mesti kita lakukan diakhir Ramadan seperti sekarang ini,  Pertama:Lebih serius lagi dalam ibadah di akhir Ramadan “Rasulullah SAW sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim, no. 1175)

Dikatakan oleh istri tercinta beliau Aisyah r.a, “Apabila Nabi SAW memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari, no. 2024; Muslim, no. 1174).

BACA JUGA:Patroli KRYD Cipta Kondisi Ramadhan, Ini Barang Yang Polisi Dapatkan!

BACA JUGA:Kebajikan Ramadhan: Majlis Taklim Nurul Barokah Salurkan Sembako kepada 600 Keluarga

 Kedua, melakukan I’tikaf. Maksudnya adalah berdiam di masjid beberapa waktu untuk lebih konsen melakukan ibadah.Lihatlah contoh Nabi Muhammad SAW. Dari ‘Aisyah r.a, ia berkata bahwasanya Nabi SAW biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. (HR. Bukhari, no. 2026; Muslim, no. 1172).

Hikmah beliau seperti itu disebutkan dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri berikut di mana Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam mengatakan,“Aku pernah melakukan i’tikaf pada sepuluh hari Ramadan yang pertama. Aku berkeinginan mencari malam lailatul qadar pada malam tersebut. Kemudian aku beri’tikaf di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan pada kubah walailatul qadar itu di sepuluh hari yang terakhir. Siapa saja yang ingin beri’tikaf di antara kalian, makaberi’tikaflah.” Lalu di antara para sahabat ada yang beri’tikaf bersama beliau. (HR. Bukhari, no. 2018; Muslim, no. 1167).

 Ketiga, raih Lailatul Qadar.  Allah SWT menyebut keutamaan lailatul qadar “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 3-5)

Menghidupkan malam lailatul qadar bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an. Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam, beliau bersabda,

BACA JUGA:Tahukah kalian, 5 Makanan Khas Aceh ini Biasanya Hanya Dijual Saat Bulan Ramadhan

BACA JUGA:Awas, Aston Villa Berambisi Back to Back Kalahkan Manchester City

“Barang siapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah SWT, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 1901)

Bisa juga kitamengamalkando’a yang pernah diajarkan oleh Rasul SAW kita jika bertemu dengan malam Lailatul Qadar yaitu do’a: “Allahummainnaka ‘afuwwuntuhibbul ‘afwafa’fu’anni” (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–). Sebagaimana Nabi SAW pernah mengajarkan do’aini pada ‘Aisyah, istri tercinta beliau.

 Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Sebagaimana dinukil oleh Imam Asy-Syafi’idalam Al-Umm dari sekelompok ulama Madinah dan dinukil pula sampai pada Ibnu ‘Abbas disebutkan,

“Menghidupkan lailatul qadar bisa dengan melaksanakan shalat Isya’ berjemaah dan bertekad untuk melaksanakan salat subuh secara berjema’ah”. Dikatakan oleh Imam Malik dalam Al-Muwatha’, Ibnul Musayyib menyatakan,“Siapa yang menghadiri salat berjema’ah pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari menghidupkan malam Lailatul Qadar tersebut.” (*) 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan