Kesaktian Parang Puyang Sampu Rayo, Binasakan Orang Tidak Jujur
PENGRAJIN: Warga Desa Limbang Jaya di Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir saat melakukan aktivitas sebagai pengrajin pandai besi. FOTO: ANDIKA/SUMEKS--
Artinya sudah ada keahlian pandai besi sejak jauh dari zaman dahulu. Namun, ada kemungkinan puyang Sampu Rayo ini juga berperan dalam meningkatkan keahlian dan kualitas dari pengrajin pandai besi," ungkapnya.
Warga setempat, Purwati mengatakan menurut cerita rakyat Tanjung Batu, Puyang Sampu Rayo mempunyai parang betuah yang beratnya sampai 150 kg.
"Parang itu punya kesaktian luar biasa. Parang tersebut dapat membinasakan orang-orang tidak jujur atas perbuatannya di muka bumi," ceritanya.
Puyang Sampu Rayo dikenal sebagai sosok yang berasal dari negri sebrang dan mempunyai keahlian pandai besi. Puyang Sampu Rayo menetap di wilayah Tanjung Batu sampai akhir hayatnya.
"Masyarakat sekitar Tanjung Batu yang diyakini merupakan keturunan puyang Sampu Rayo diyakini mewarisi keahlian pandai besi dari generasi ke generasi keturunannya yang termasuk dalam suku penesak," tandas Purwati.
Selain itu, Kabupaten Ogan Ilir pada zaman pemerintahan Hindia Belanda merupakan Zona Ekonomi Afdeeling (perkebunan). Keberadaan pandai besi sangat diperlukan dengan dibutuhkannya produksi alat-alat pertanian untuk mengolah lahan.
Salah satu pandai besi di Limbang Jaya, Aldi (57) mengatakan beberapa barang tempaan yang dibuatnya seperti parang, cangkul, arit, sabit celurit, pisau, linggis, pahat, dodos sawit, dan lain sebagainya.
Salah satu kesulitan yang dari dulu dirasakan pandai besi di wilayah ini adalah soal ketersediaan bahan baku. "Untuk bahan baku besinya biasanya didatangkan dari daerah Jawa, akan tetapi saat ini bahan baku besi sudah sangat susah didapat karena sudah terbatas," jawabnya.
Sedangkan bahan baku arang yang digunakan khusus untuk menempa besi didatangkan dari daerah Jambi. "Alternatifnya, bahan bakunya banyak pemandai yang umumnya menggunakan pipa besi dan per mobil bekas. Biasanya didapatnya dari pengepul barang rongsokan," tukasnya.
Rata-rata dalam seminggu, sepasang penempa pandai besi mampu memproduksi 20 bilah alat rumah tangga dan pertanian berbagai jenis. "Tidak ada pilihan lain selain bekerja, ya tidak makan," ungkapnya.
BACA JUGA:Live Medsos, Tawuran 2 Geng Remaja, Dibantu Warga, Amankan 16 Orang, Sita Parang dan Celurit
BACA JUGA:Bersenjata Parang, Rampok Indomaret
Meningkatnya harga bahan baku yang langka tidak sebanding dengan harga produk jadi yang masih terbilang murah. Para pengrajin kebanyakan mengandalkan penjualan kepada para pengepul yang biasa membeli dengan harga lebih murah.
"Masih belum ada jalan keluarnya, sementara mata pencarian alternatif lain belum ada yang menjanjikan," katanya. Pengrajin pandai besi berharap pemerintah bisa peduli dan turun tangan ikut mencari solusi. (dik)