https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Pernah Dilempari Api, Tapi Tak Pernah Masuk Rumah

PUSAT PEMERINTAHAN: Rumah Pangeran Sakatiga yang berada di Jalintim Km 40 Nomor 18 menjadi pusat Pemerintahan Marga Sakatiga dan menjadi saksi bisu sejarah. FOTO: ANDIKA/SUMEKS--

Setelah pangeran Syafei berakhir masa baktinya atau tidak lagi menjadi pesirah, Pangeran Syafei pindah ke kelurahan Sungai Buah, Palembang. Hingga wafat pada tahun 1979. 

Sedangkan jabatan pesirah diserahkan kepada Bah husin. Hingga kemudian, marga dibubarkan pada tahun 1983. Kemudian, Sakatiga berubah menjadi desa. 

Cucu pangeran Syafei, Isnayanti Syafrida menyebut jika melihat penanggalan yang berada di sisi kiri rumah dari hadapan jalan ada tulisan 1924. "Kalau menurut cerita itu pada saat yai belum menjadi pangeran sebenarnya sudah ada rumah ini," ungkap Isnayanti. Terakhir di renovasi dari tulisan di rumah tersebut sekitar tahun 1924.

Isnayanti menceritakan, dimasa kepemimpinan pangeran Syafei pernah terjadi peristiwa yang diluar nalar. "Saat itu beliau pernah ingin diserang, tapi yang menyerangnya itu tidak sampai masuk ke rumah. Malah dengan pelemparan bola-bola apinya itu tidak pernah sampai masuk ke rumah. Mungkin pemimpin zaman dahulu mempunyai suatu kesaktian, mungkin juga karena itu beliau jadi terpilih menjadi pangeran," tukasnya. 

Design arsitektur rumah terlihat khas dengan adanya tangga di kedua sisi dari depan pintu bagian teras. "Pangeran Syafei ini kalau mau dialog atau mengumumkan sesuatu kepada warga Sakatiga, biasanya dari atas tengah-tengah tangga ini. Sedangkan di halaman adalah tempat biasanya warga Sakatiga berkumpul," sebut cucu pangeran Syafei ini. 

Menurut cerita dari ibunya Isnayanti bahwa pangeran Syafei sangat dihormati keluarga dan warganya. "Saking hormatnya, warga Sakatiga ini tidak pernah memandang langsung. Jadi kalau mereka lewat dengan menundukkan kepala," ulasnya 

Setelah ibu dari Isnayanti meninggal di 2016, lalu dimakamkan di Sakatiga. "Karena kami yang 6 saudara ini tidak bisa merawat rumah tersebut. Maka, rumah tersebut kini dirawat oleh ayuk angkatnya ibu, yaitu ibu masamah.

BACA JUGA:5 Kuliner Legend Khas Palembang yang Sangat Cocok jadi Menu Lebaran, Ayo Bund Buat di Rumah!

BACA JUGA:Dari Pekarangan Rumah Hasilkan 800 Kg Blewah

Walaupun kami tidak tinggal disini, harapannya rumah ini tetap lestari karena memiliki nilai sejarah bagi masyarakat Ogan Ilir. Jadi sayang sekali jika sampai hancur dan tidak terpelihara,"tutur Isnayanti. 

Sebelumnya sekitar tahun 2022, Isnayanti pernah menghadap bupati Ogan Ilir untuk menawarkan agar rumah yang diwarisi leluhurnya tersebut dapat di beli pemkab.  ‘’Saya pernah menawarkan kepada Pemkab OI untuk membeli rumah peninggalan keluarga saya dengan luas kurang lebih 400 m dan tanah 1.883 meter dengan tujuan agar dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah dalam mengembangkan cagar budaya di Kabupaten Ogan Ilir,” pungkasnya. (dik)

 

Tag
Share