?Bubur Ibadah

Disway, Catatan Harian Dahlan Iskan--

"Kenapa tidak bubur untuk orang dewasa saja?" jawab sang suami seperti ditirukan Dewi. "Bayi bisa makan bubur orang dewasa. Orang dewasa tidak bisa makan bubur bayi," ujar sang suami berlogika.

Dewi bersikeras pilih jualan yang lebih spesifik. Bubur dewasa sudah banyak yang jual. Bubur bayi masih jarang. Buktinya Dewi sendiri harus membeli bubur untuk bayinya dari Rungkut, di Surabaya Timur.

BACA JUGA:Karagenan Alor

BACA JUGA:Klimaks Kedua

Dewi tinggal di Waru, Surabaya Selatan. Mertuanya memang orang Tropodo di Waru. Sang mertua pernah punya depot makanan. Dewi sendiri bisa masak. Pernah usaha katering.

Dewi asli Blitar –dari desa Ngadirejo. Ayahnyi tukang tambal ban di pinggir jalan. Lalu merantau ke Surabaya. Jadi sopir sebuah percetakan.

Dewi kecil ikut ke Surabaya. SD dan SMP di Surabaya. Sambil di pesantren, di daerah Kapas Krampung –Surabaya Timur jauh.

Ketika masuk SMA Dewi harus kembali ke Blitar. Cari SMA negeri di sana: SMAN 1 Blitar. Gratis. Ikut nenek di Ngadirejo. Gratis.

BACA JUGA:GovTech Merdeka

BACA JUGA:Tetangga N

Dewi menjadi anak yang pandai. Juara kelas. Di kelas tiga dia dapat beasiswa dari Jepang. Dewi tidak  membayangkan bisa kuliah.

Tapi dia dapat tawaran kuliah gratis. Masih dapat beasiswa lagi. Yakni di D-3 akuntansi sebuah perguruan tinggi swasta. "Perguruan tingginya tidak terkenal. Di Ketintang. Sekarang sudah bubar," ujar Dewi.

Dengan ijazah D-3 itu Dewi bisa dapat pekerjaan. Lalu menikah. Setelah berumah tangga Dewi kuliah lagi. S1. Di IKIP PGRI Sidoarjo. Jurusan pendidikan Bahasa Inggris.

Ternyata rezekinya di bubur bayi. Dewi jaga ketat kualitas bubur itu. Dia sadar sepenuhnya: bayi harus disiapkan sungguh-sungguh untuk jadi manusia unggul di masa depan.

BACA JUGA:GovTech Anas

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan