Menumbuhkan Minat Bertani pada Generasi Milenial
Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang utama bagi negara berkembang, karena merupakan salah satu aspek penting sebagai roda penggerak ekonomi negara. Namun, di era sekarang, kebanyakan masyarakat, terutama generasi milenial lebih memilih jenis pekerjaan yang memiliki prospek cerah bagi dirinya dimasa depan.
KECENDERUNGAN para pemuda terutama yang tinggal di kawasan pedesaan yang kurang tertarik terhadap dunia pertanian tentu berakibat pada sektor ini hanya didominasi oleh generasi tua yang acapkali kurang responsif terhadap perubahan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan data, selain masalah usia yang menua, petani Indonesia juga berpendidikan rendah. Sebanyak 22,24 juta (66,42%) petani berpendidikan SD dan tidak tamat SD, 9,95 juta (33,55%) petani tamat sekolah menengah sedangkan yang berpendidikan tinggi hanya 1,05 juta (0,03%).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019. Jumlah petani di Indonesia per 2019 mencapai 33,4 juta. Dari jumlah di atas, petani muda yang berusia 20-39 tahun hanya sekitar 2,7 juta atau 8 persen saja. Sisanya sekitar 91 persen atau 30,4 juta berusia di atas 40 tahun, mayoritas dari mereka berusia 50-60 tahun. Masih dalam data (BPS,2019) rentang waktu 2017-2018, penurunan petani muda cukup memprihatinkan yaitu sebesar 415.789 orang.
Generasi milineal berpikir bertani adalah pekerjaan tradisional yang kurang bergengsi dan hasilnya disamping tidak segera dapat dinikmati juga jumlahnya relatif tak memadai. Permasalahan teknis (lahan, teknologi, risiko gagal), ekonomis (modal, rantai pasar, fluktuasi harga), dan politis (kebijakan pemerintah) yang cukup berat menyebabkan mereka enggan berprofesi sebagai petani.
Misalnya terkait kebijakan impor beras, beberapa waktu lalu sempat mencuat bahwa pemerintah akan membuka keran impor beras. Padahal saat itu tengah musim panen dan kebutuhan beras dalam negeri cukup. Kebijakan pemerintah yang dinilai bisa merugikan para petani membuat kaum milenial enggan untuk mengambil profesi ini.
Badan Pusat Statistik tahun 2020 memberikan data penghasilan utama, jumlah rumah tangga yang tergolong miskin sebagian besar berasal dari sektor pertanian sebesar 46,30 persen. Kendati mengalami kenaikan pada tahun 2020, dari Rp55.396, menjadi Rp55.503, tetap saja hal itu tidak berdampak signifikan pada kesejahteraan petani. Generasi milenial memiliki budaya instan dan ingin cepat menghasilkan, sementara pertanian memerlukan proses panjang, keuletan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai resiko internal dan eksternal.
Generasi z adalah generasi Milenial yang lahir mulai tahun 1996 hingga 2012. Sehingga, pada 2023 ini, remaja menuju dewasa yang berusia 11-27 tahun termasuk ke dalam gen z. Gen z disebut juga dengan iGeneration. Dengan kata lain, iGeneration adalah generasi z adalah generasi internet yang memanfaatkan internet dan teknologi untuk menjalani kehidupan.
Generasi z ini memiliki keunggulan mampu melakukan multitasking, bisa melakukan berbagai kegiatan dalam satu waktu, misalnya menggunakan komputer, memainkan sosial media, dan mendengarkan musik dalam satu waktu yang sama.
Menurut catatan dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, terdapat 74,3 juta gen z di Indonesia atau berarti sekitar 27 persen dari total penduduk di Indonesia, dengan komposisi pemuda yang hampir satu per tiga dari total populasi, tentu ini sebuah potensi besar yang dapat dioptimalkan untuk membangun pertanian.
Pertanian di seluruh dunia menghadapi permasalahan yang sama, yaitu semakin kurangnya petani muda yang mau turun di sektor pertanian. salah satunya adalah sektor pertanian memiliki citra yang kurang bergengsi dengan teknologi yang belum maju dan belum dapat memberikan pendapatan yang memadai (Susilowati,2016).
Selain rendahnya pendapatan, risiko yang tinggi pada usaha pertanian dan keuntungan yang tidak mencukupi dibandingkan dengan usaha di sektor lain membuat pertanian menjadi pilihan terakhir dibandingkan pekerjaan lain.
Pemerintah Indonesia melalui Kementan memiliki Program Youth Enterpreneurship and Employment Support Services (YESS), program ini bekerja sama dengan International Fund for Agricultural Development (IFAD) yang akan menciptakan wirausaha milenial tangguh dan berkualitas (Kementan,2021).
Program ini akan mengedukasi generasi milenial bahwa berusaha di sektor pertanian sangat menguntungkan Dalam hal ini kementan mendorong usia muda atau generasi milenial, dapat terjun langsung ke sektor pertanian. Pendekatan teknologi bisa menarik perhatian kaum milenial yang begitu gandrung dengan sektor ini untuk menumbuhkan minat bertani. Kementan selalu memfasilitasi generasi milenial untuk bisa terjun menjadi wirausaha pertanian dan akan menfasilitasi untuk lebih mencintai dan memilih untuk bertani.
Selain itu, bantuan yang akan diberikan adalah alih teknologi, bantuan alsintan, bibit gratis bahkan lakukan pendampingan. Sekarang pemuda tani tercatat hingga saat ini mencapai 500 ribu dan jika itu bergerak bersama, maka tidaklah mustahil produksi bisa meningkat dan menjadi lumbung pangan dunia 2045.
Melalui program YESS, diharapkan akan terwujudnya regenerasi pertanian, meningkatnya kompetensi sumberdaya manusia dari perdesaan, meningkatnya jumlah wirausaha muda di bidang pertanian. Sehingga pertanian akan menjadi lapangan kerja menarik, prospektif dan menguntungkan, dan dapat berdampak pada penurunan angka pengangguran serta terjadinya urbanisasi.
Program ini juga mendukung dalam pengembangan sumberdaya manusia pertanian, dengan memberdayakan para pemuda tani untuk memanfaatkan sumberdaya alam pertanian di pedesaan, secara optimal, profesional, menguntungkan dan berkelanjutan tentunya mereka ini akan siap menghadapi era milenial.
Empat kegiatan utama program ini adalah Pertama, Rural youth transition to work (peningkatan kapasitas pemuda perdesaan di bidang pertanian). Kedua, Rural Youth Entrepeneurship (Pengembangan Wirausahawan Muda Perdesaan). Ketiga, Investing to Rural Youth (Fasilitasi akses permodalan). Keempat, Enabling Environment for Rural Youth (membangun lingkungan usaha yang kondusif).
Aplikasi teknologi baru juga sangat diperlukan guna mendukung usaha pertanian dan untuk menarik minat kaum muda. Selain itu, dalam mengatasi kondisi lingkungan yang tidak menentu perlu adanya teknologi pertanian digital sesuai dengan zamannya. Sehingga memungkinkan perkiraan dalam peningkatan hasil pertanian dalam menghadapi dampak lingkungan hidup yang sekarang ini.
Selain itu dengan memunculkan desa wisata dan pabrik-pabrik pengolahan hasil pertanian dan pasar- pasar di desa akan dapat menunjang perekonomian desa dan dapat menarik minat para pemuda untuk menjadi petani yang berhasil di desanya serta mampu memperluas lapangan kerja yang ada di desa. Penghargaan bagi petani muda yang berprestasi juga perlu dilakukan untuk mendorong petani muda semakin mengembangkan usaha taninya. Kemitraan yang kuat antara masyarakat pedesaan, akademisi, penelitian, dan sektor swasta untuk peningkatan pembangunan pertanian yang berkelanjutan juga penting untuk di lakukan. (*)